Mengenal Badan Inteligen
foto:jpnn
LAGI SANTAI: Supono Soegiran, saat ditemui di Pesona Kahyangan, Margonda, Depok, Jawa Barat, Senin, 22 Oktober 2012.
Berikut ini feature tentang seputar intel, hasil keterangan seorang perekrut dan guru intel yang disiarkan JPNN.com
DUNIA intelijen selalu penuh misteri dan kerahasiaan.
Apakah hidup sebagai mata-mata seindah yang digambarkan dalam film James
Bond besutan Holywood? Selalu dikelilingi perempuan-perempuan cantik,
mobil mewah, dan alat-alat canggih? Inilah pengalaman senior intelijen
Indonesia yang telah 32 tahun mengabdi sebagai telik sandi negara.
---------
Ridlwan Habib, Jakarta
--------
"Panjenengan (Anda, Red) jalan lurus saja ke belakang, saya sudah
melihat Anda, pakai batik kan?" ujar Supono Soegirman di ujung
telepon. Padahal, Jawa Pos yang belum pernah bertemu muka sebelumnya
baru saja keluar dari kompleks parkir mobil. Rupanya, Supono sudah
mengawasi satu jam sebelum waktu yang dijanjikan untuk bertemu di sebuah
tempat di Depok, Jawa Barat, itu. Ciri-ciri fisik koran ini, bahkan
rekam jejak masa lalu, juga diketahui lebih awal.
"Hehe. Kita sama-sama dari Bulaksumur (Universitas Gadjah Mada, Red).
Jadi saya panggil Dik saja ya," sapanya sambil menjabat tangan.
Untuk lelaki yang pada 7 November nanti berulang tahun ke-65 itu,
fisiknya masih sangat bugar. Badannya tegap dan sorot matanya tajam.
Supono hanya mengenakan kaus santai dengan satu kancing atas dibuka.
Di depan meja terletak sebuah laptop, notes kecil, sebuah USB flashdisk
warna merah jambu (pink) dan segelas teh hangat tanpa gula (teh pahit).
Dia membawa satu tas jinjing kecil dan sebuah pouch di ikat pinggang.
"Kalau senggang seperti ini, selalu saya isi waktu dengan menulis. Judul
tulisan soal intelijen sudah antre di sini," katanya sembari memegang
belakang kepala.
Supono memang baru saja meluncurkan buku pada pekan ketiga Oktober lalu.
Judulnya: Intelijen, Profesi Unik Orang-Orang Aneh. Buku setebal 310
halaman itu berisi aneka macam teknik, pengalaman, dan metode intelijen,
baik secara ilmiah maupun aplikasi praktis. "Memang hanya orang aneh
yang mau jadi intel," katanya lantas tersenyum kecil.
Alumnus Jurusan Ilmu Pemerintahan UGM itu tak sekadar mengarang indah
dalam bukunya, tapi hasil dari pengalamannya bergabung dengan Badan
Intelijen Negara (BIN). Berbagai penugasan sudah dia jalani. Dia hitung
sudah 35 negara disinggahi dalam baktinya sebagai intelijen.
Supono juga alumnus pelatihan CIA (Central Intelligence Agency) dan
Mossad ( lengkapnya Ha-Mossad le-Modiin ule-Tafkidim Meyuhadim, dalam
bahasa Ibrani berarti Institut Intelijen dan Operasi Khusus, Israel).
"Saya di CIA berlatih advance collection atau metode tingkat mahir untuk
pengumpulan data di lapangan," katanya.
Collection dalam artian intelijen termasuk teknik menyamar, teknik
menyadap, teknik menyusup, meniru, dan sebagainya. "Kalau di Mossad, dua
kali; advance analysis dan training for trainer," katanya. Baik di
CIA maupun Mossad, Supono lulus kursus dengan nilai memuaskan.
"Sebenarnya kita tidak boleh minder. Kualitas intel kita sama baik,
bahkan lebih baik daripada Mossad dan CIA. Hanya kalah di fasilitas,"
tambahnya.
Supono muda sebenarnya sama sekali tak ada bayangan akan berkarir di
dunia mata-mata hingga tua. Dulu dia hanya berkeinginan menjadi PNS atau
pegawai agar orang tuanya di Blora, Jateng, bahagia. "Saya lulus
Fisipol tahun 72 nekat bawa ijazah ke Jakarta," ujarnya.
Awalnya dia melamar di Badan Urusan Logistik (Bulog). Baru masuk,
sudah disodori naskah bahasa Inggris. "Waktu itu saya masih pating
grathul (tidak lancar, Red) bahasa Ingrisnya," katanya. Tentu saja dia
ditolak.
Beberapa kantor lain dicoba dimasuki, tapi juga nihil. Hampir putus asa,
Supono termenung di terminal bus Lapangan Banteng. "Tiba-tiba ada kakak
angkatan di HMI menyapa, dia alumnus fakultas hukum. Dia bilang, Bakin
(Badan Koordinasi Intelijen Negara) ada lowongan," katanya.
Saat itu, era Orde Baru, Bakin menjadi lembaga yang sangat sangar.
Supono pun nekat mendatangi markas Bakin yang dulu berada di Jalan
Senopati Raya (sekarang Kantor Kementerian Pendayagunaan Aparatur
Negara). "Satpamnya gagah tinggi besar, kumisnya tebal. Saya berpikir
spontan saja. Saya bilang punya informasi penting untuk pimpinan Bakin,"
tuturnya.
Mujur, satpam itu percaya. Supono malah diantar langsung bertemu dengan
kepala personalia Bakin. "Saya langsung sodorkan ijazah. Kepala
personalia itu bilang saya beruntung karena siang itu hari terakhir
pendaftaran untuk masyarakat umum," katanya.
Pendaftarnya 70 orang, sebagian besar adalah agen-agen honorer Bakin
yang memang direkrut sebelumnya. Rupanya, di antara jumlah tersebut,
hanya delapan orang yang dinyatakan lolos tes dan bisa resmi menjadi
pegawai negeri Bakin. "Di antara delapan itu, empat orang, termasuk
saya, dari kalangan orang awam. Alhamdulillah, semuanya pensiun dalam
level eselon I (setingkat Dirjen, Red)," katanya.
Selesai pendidikan, Supono mendapat tugas awal sebagai LO (liaison
officer, petugas penghubung) antara DPR dan Bakin. "Jadi sehari-hari
saya nongkrong bareng wartawan-wartawan DPR dan staf-staf lain,"
katanya. Tak seperti sekarang, hasil rapat-rapat DPR zaman itu tak bisa
dengan mudah diakses publik. Nah, Supono mengambil data-data itu, lalu
dilaporkan ke pimpinan di Bakin.
Karena dinilai berprestasi, Supono lantas promosi jabatan. "Saya lama
di bagian analisis. Bahkan, sebelum di Sekolah Tinggi Intelijen Negara,
jabatan eselon I saya adalah deputi analisis (deputi III)," katanya.
Berbagai cover (kedok) profesi Supono sebagai intel sudah dijalani.
"Saya beberapa kali berkedok sebagai diplomat. Ini cover yang memang
paling lazim digunakan semua petugas intelijen di dunia," ungkapnya.
Dia juga pernah berkedok sebagai staf Kantor Dagang Indonesia di Taipei
(Taiwan). "Seolah-olah saya pegawai Departemen Perdagangan. Saya
dibekali SK, kartu pengenal, semua dari Departemen Perdagangan,"
tuturnya.
Setiap operasi, baik di dalam maupun luar negeri, Supono memberi tahu
istrinya, Sri Rahayuningsih. "Tidak perlu detail, yang penting cukup
tahu di kota mana, berapa hari. Itu saja agar hatinya tenang, " katanya.
Kakek delapan cucu itu berpegang pada sifat pokok yang wajib dimiliki
seorang intelijen, yakni kejujuran. "Kalau intel berbohong, bagaimana
datanya bisa dipercaya pimpinan atau user-nya," katanya.
Tentu saja kehidupan asli seorang agen intelijen, terutama di luar
negeri, tak seperti James Bond. "Kita tidak boleh menimbulkan perhatian,
apalagi minum minuman keras di kafe-kafe bersama wanita-wanita cantik.
Wah, itu sangat berbahaya," ungkapnya.
Sekali seorang diplomat salah langkah, bisa digunakan pihak lain untuk
memerasnya sebagai agen ganda. "Misalnya, diplomat ketahuan bermain
wanita. Dipotret, lalu diancam akan dibuka ke istri, keluarga, atau
masyarakat umum kalau tidak mau jadi agen mereka," katanya.
Karena itu, Supono yang sering menjadi pemateri kursus anti
penggalangan/kontraintelijen untuk diplomat muda Kementerian Luar Negeri
itu selalu menekankan dua hal: bertindak jujur dan bertanggung
jawab."Selalu eling lan waspodo. Eling itu artinya ingat kepada Tuhan,
bersyukur. Waspodo ya waspada. Apalagi, insan intelijen harus selalu
merasa diawasi lawan," ujarnya.
Saat hendak mencari data rahasia di negara lain, kedok Supono pernah
nyaris terbongkar. Rupanya, informannya seorang warga negara setempat
diikuti oleh badan intelijen negara itu. "Saya amati dia dari jauh. Kok
seperti gelisah, orang-orang di sekitarnya juga bergelagat meragukan.
Sense (perasaan) saya langsung tahu, ini bisa blow up (terbongkar),"
katanya.
Karena itu, Supono memilih segera pergi dan tidak jadi menemui kontaknya
itu. "Dalam intelijen, operasi selalu pegang prinsip RAE. Yakni,
reguler, alternatif, emergency," katanya.
Reguler adalah rencana awal seperti biasa, alternatif adalah skenario
cadangan jika rencana awal terdeteksi. Sedangkan, emergency adalah the
worst scenario atau skenario terakhir jika hal paling buruk terjadi.
Pulang dari penugasan luar negeri, menjelang pensiun (2007), Supono
mendapat tugas memperbaiki sistem perekrutan dan kurikulum pendidikan
calon-calon agen muda intelijen di Sekolah Tinggi Intelijen Negara.
"Saya bilang ke adik angkatan saya, Dik As"ad (mantan Wakil Kepala BIN
As ad Ali, Red) terima kasih sekali. Ilmu yang bermanfaat itu amal yang
tidak terputus meskipun kita sudah mati," katanya.
Dia lantas menjabat ketua 1 STIN yang membawahkan kurikulum. Dia lalu
berkonsultasi dengan berbagai pakar dan akademisi. Di antaranya,
dosen-dosen program S-2 Kajian Strategik Intelijen Universitas Indonesia
yang memang bekerja sama dengan BIN. "Saya juga turun langsung ke
daerah-daerah merekrut calon intel yang potensial," ujarnya.
Awalnya, BIN hanya mengambil input anak-anak cerdas dari sekolah
unggulan yang semi militeristis seperti SMA Taruna Nusantara di
Magelang, atau SMA Krida Nusantara di Bandung. Namun, belakangan BIN
mulai merambah ke sekolah-sekolah unggulan yang lain di seluruh
Indonesia. Misalnya, Makassar, Ambon, dan Aceh.
"Syaratnya harus cerdas. IQ minimal 120. Intelijen itu bukan modal otot,
tapi otak. Karena itu, Pak Zulkifli Lubis, pendiri badan intelijen
pertama republik, menyebutnya sebagai prajurit perang pikiran," katanya.
Syarat lain, berbadan sehat dengan tinggi maksimal 175 cm untuk pria dan
167 cm untuk wanita. "Intel tidak boleh terlalu jangkung. Nanti
ketahuan, sangat mencolok. Harus kelihatan biasa-biasa saja, tapi
supercerdas," kata Supono.
Setiap sekolah unggulan akan menyodorkan lima besar lulusannya. Nanti
dites khusus oleh BIN. "Juga ada tes kesehatan jiwa secara khusus karena
intelijen itu pekerjaan yang tingkat stresnya sangat tinggi. Dia harus
bisa menekan egonya ke titik nol," tuturnya.
Setelah lulus, mereka tak langsung diasramakan di STIN, Sentul, Bogor.
"Harus ada dua surat izin. Satu ditandatangani ayah, satu ditandatangani
ibu. Intel harus direstui ibunya agar berhasil dalam tugas," kata
Supono.
Jika itu beres, siswa-siswa tersebut akan dididik di kawah candradimuka
intelijen di STIN, Sentul, Bogor, selama empat tahun. Mereka dilatih
berbagai macam skill intelijen, baik kemampuan operasi maupun kemampuan
menganalisis data hasil operasi. Kemampuan operasi itu, misalnya,
penguasaan bahasa asing, ilmu fotografi, dasar persandian, teknik
penyamaran, teknik pembuntutan, teknik manipulasi, menembak, dan
menyelam.
"Sebenarnya dukungan fasilitas untuk agen-agen kita juga sudah baik.
Penyadapan misalnya. Kita punya alat yang bisa merekam pembicaraan orang
di mana pun di Indonesia ini cukup hanya dari Pejaten (Kantor BIN,
Red)," katanya.
Setelah lulus, agen-agen muda tersebut tentu harus mempunyai kedok
(cover) untuk bertugas." Ada yang dipilihkan pimpinan. Tapi, sebagian
besar harus mencari kedok sendiri sesuai lingkup penugasannya,"
jelasnya. Beberapa yang paling sering dipilih adalah kedok sebagai
wartawan, peneliti, dosen, atau aktivis LSM.
"Kalau dari sisi menyamar, sebenarnya kemampuan intel kita di atas
rata-rata. Di buku, saya ceritakan seorang mayor yang pura-pura jadi
orang gila berhari-hari untuk mengintai sasaran," katanya.
Supono menegaskan, jika ada yang sok berlagak intel, sesungguhnya dia
justru bukan intel alias intel bodong. "Ada yang mengaku-aku anggota
BIN, pakai kartu anggota segala, tujuannya jahat, memeras orang. Ini
harus dilaporkan polisi," ujarnya.
Dia juga meluruskan persepsi orang bahwa intelijen selalu identik dengan
dunia hitam, jahat, licik, dan curang."Itu karena di Indonesia masih
terbayang-bayang intel di masa Orde Lama maupun Orde Baru yang
dimanfaatkan user-nya, yakni kepala negara, untuk tujuan pribadi,"
katanya.
Padahal, lanjut dia, intelijen seharusnya mengabdi pada satu prinsip,
yakni kepentingan nasional. "Karena pimpinan tertinggi yang idealnya
bisa menjamin kepentingan nasional adalah presiden, kami hanya patuh
kepada dan melayani presiden sebagai single user," katanya.
Intelijen juga harus legawa jika selalu disalahkan dalam setiap
peristiwa besar. "Kita tidak boleh membela diri walaupun data dan
analisis sudah disetorkan ke user sebelum kejadian, tapi tidak
ditindaklanjuti. Istilahnya, gupak pulut ora mangan nangkane (kena
getah, tapi tak mencicipi buahnya, Red)," katanya.
Sejarah ilmu dan metode intelijen sudah ribuan tahun. Di Indonesia
bahkan dipakai sejak zaman Ken Arok dalam meruntuhkan takhta Tunggul
Ametung pada masa Kerajaan Singasari. Begitu juga saat Sultan Agung
Hanyokrokusumo menyerang Batavia. Saat itu Sultan memanfaatkan telik
sandi beretnis Tionghoa bernama Tjong Ling.
Di era cyber sekarang ini, intelijen ditantang untuk terus berinovasi.
Mampu beradaptasi dengan hal-hal yang baru dan terus memperbaiki diri.
"Itu salah satu motif saya menulis, memberikan sumbangan pengalaman
untuk adik-adik seperti Anda ini," tuturnya.
Penggemar wayang kulit itu optimistis bahwa intelijen di Indonesia
semakin baik dan berguna untuk masyarakat. Syaratnya, para pelakunya
tidak pamrih (berharap balas jasa). "Jargon intelijen itu berhasil tidak
dipuji, gagal dicaci maki, hilang tidak dicari, mati tidak diakui.
Ketika itu diresapi, pasti profesional," katanya.
(http://www.jpnn.com/read/2012/10/27/144799/Agar-Sukses,-Anggota-BIN-Harus-Dapat-Restu-Ibu,
judul tulisan :
Agar Sukses, Anggota BIN Harus Dapat Restu Ibu)
Beliau adalah Supono Soegirman, Perekrut dan Guru Intelijen Indonesia
Tulisan ini dimuat juga di : http://radarsukabumi.com/?p=34085
Disini juga dikatakan = Supono Soegirman, Perekrut dan Guru Intelijen Indonesia
-----------------------------
Agen intelejen BIN, sewaktu aktif, tidak pernah mengaku kalau dia adalah
seorang anggota BIN. Baru setelah lepas tugas, dan pensiun mereka akan
akui kalau bagian dari jaringan inteljen BIN. Contoh agen lain adalah
Laksamana Djuanda. Dia adalah salah seorang anggota DPR bidang komisi
pertahanan sekarang juga mantan BIN.
(http://www.pewarta-indonesia.com/inspirasi/serba-serbi/4148-fenomena-badan-intelijen-negara.html,
judul tulisan : Fenomena Badan Intelijen Negara)
------------------
Tahun 2000 Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) mengubah Bakin menjadi Badan Intelijen Negara (BIN) sampai sekarang.
Sejak 1945 s/d sekarang, organisasi intelijen negara telah berganti nama sebanyak 6 (enam) kali
[1]:
- BRANI (Badan Rahasia Negara Indonesia).
- BKI (Badan Koordinasi Intelijen).
- BPI (Badan Pusat Intelijen).
- KIN (Komando Intelijen Negara).
- BAKIN (Badan Koordinasi Intelijen Negara).
- BIN
Kepala BIN mempunyai tugas memimpin BIN dalam melaksanakan tugas dan
fungsi BIN. Kepala BIN diberikan hak keuangan, administrasi dan
fasilitas lainnya setingkat dengan Menteri.
Daftar Kepala BIN adalah sebagai berikut:
(Badan Intelijen Negara). (http://id.wikipedia.org/wiki/Badan_Intelijen_Negara, judul tulisan = Badan Intelijen Negara)
------------------------
Membuktikan Keterlibatan Inteligen Memang Sulit
Jurubicara Markas Besar Polisi, Inspektur Jenderal Ariyanto Boedihardjo
menyatakan tidak ada keharusan polisi untuk menggunakan temuan Tim
Pencari Fakta (TPF) Munir dalam menyelidiki kasus itu. "Temuan itu hanya
bahan masukan,"katanya.
Mengenai temuan TPF Munir yang mengatakan adanya keterlibatan aparat
intelejen, Aryanto menyatakan sejauh ini pihaknya masih belum menemukan
bukti itu. Dia mengatakan sudah ada aparat intelejen yang diperiksa
namun belum bisa dijadiakan tersangka. "Mengharapkan pengakuan tersangka
itu tidak mudah,"ujarnya.
Diakhir masa kerjanya, TPF Munir menyimpulkan bahwa pembunuhan terhadap
Munir dilakukan oleh suatu pemufakatan jahat. Pembunuhan itu melibatkan
pihak-pihak tertentu di lingkungan PT Garuda Indonesia dan Badan
Intelejen Negara
(BIN))(http://www.tempo.co/read/news/2005/09/09/05566399/Polisi-Menafikan-Temuan-TPF-Munir
, judul tulisan :Polisi Menafikan Temuan TPF Munir tulisan ini tahun
2005-lihat di URL)
--------
Syamsir Siregar, Kepala BIN adalah Mantan Tim SUKses SBY di pemliu 2004
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Rabu (08/12/04) pagi melantik dan
mengambil sumpah Mayor Jenderal Syamsir Siregar sebagai Kepala Badan
Intelijen Negara (BIN). Syamsir Siregal menggantikan Letjen Purnawirawan
Hendropriyono yang mengundurkan diri setelah SBY terpilih sebagai
Presiden. Pelantikan dilakukan di Istana Negara Rabu pagi.
Syamsir Siregar diangkat sebagai Kepala Badan Intelijen Negara (BIN)
berdasarkan Keppres No.197/M/2004 yang sudah ditandatangani 29 November
2004 lalu.
Di jajaran kabinet, Syamsir merupakan pejabat eselon IA. Acara
pelantikan dihadiri Kapolri, Menhan, Mensos, Menko Kesra dan Menko
Polkam.
Hadir juga Ketua BPK Anwar Nasution, Ketua DPD Ginandjar
Kartasasmita, Ketua KPK Taufiqurrahman Ruki dan tamu undangan lainnya.
Selain dikenal sebagai tim Sukses SBY pada pilpres lalu, Syamsir
adalah lulusan Akademi Militer Nasional tahun 1965, satu angkatan dengan
Letjen M Ma'ruf yang kini menjabat Mendagri, Mayjen Purnawirawan Theo
Syafei dan mantan Kasum ABRI, Letjen Purnawirawan Sueyono.
(http://www.indosiar.com/fokus/syamsir-siregar-dilantik-menjadi-kepala-bin_29464.html,
judul tulisan : Syamsir Siregar Dilantik Menjadi Kepala BIN)
Syamsir merupakan lulusan Akademi Militer Nasional (AMN) 1965 seangkatan
dengan Letjen (Purn) M Ma'ruf yang kini menjabat Mendagri, Mayjen
(Purn) Theo Syafei dan mantan Kasum ABRI, Letjen Purn Soeyono. Ketika
musim pilpres yang lalu, Syamsir adalah tim sukses SBY yang aktif
menepis isu-isu negatif yang menerpa jagoannya.
(http://news.detik.com/read/2004/12/08/094824/252241/10/syamsir-siregar-resmi-kepala-bin?nd992203605
judul =Syamsir Siregar Resmi Kepala BIN )