Minggu, 28 Juli 2013

Mengenal Badan Inteligen


foto:jpnn
LAGI SANTAI: Supono Soegiran, saat ditemui di Pesona Kahyangan, Margonda, Depok, Jawa Barat, Senin, 22 Oktober 2012.

Berikut ini feature tentang seputar intel, hasil keterangan seorang perekrut dan guru intel yang disiarkan JPNN.com

DUNIA intelijen selalu penuh misteri dan kerahasiaan. Apakah hidup sebagai mata-mata seindah yang digambarkan dalam film James Bond besutan Holywood? Selalu dikelilingi perempuan-perempuan cantik, mobil mewah, dan alat-alat canggih? Inilah pengalaman senior intelijen Indonesia yang telah 32 tahun mengabdi sebagai telik sandi negara.
---------
Ridlwan Habib, Jakarta
--------
"Panjenengan (Anda, Red) jalan lurus saja ke belakang, saya sudah melihat Anda, pakai batik kan?"   ujar Supono Soegirman di ujung telepon. Padahal, Jawa Pos yang belum pernah bertemu muka sebelumnya baru saja keluar dari kompleks parkir mobil. Rupanya, Supono sudah mengawasi satu jam sebelum waktu yang dijanjikan untuk bertemu di sebuah tempat di Depok, Jawa Barat, itu. Ciri-ciri fisik koran ini, bahkan rekam jejak masa lalu, juga diketahui lebih awal.   

"Hehe. Kita sama-sama dari Bulaksumur (Universitas Gadjah Mada, Red). Jadi saya panggil Dik saja ya,"   sapanya sambil menjabat tangan.

Untuk lelaki yang pada 7 November nanti berulang tahun ke-65 itu, fisiknya masih sangat bugar. Badannya tegap dan sorot matanya tajam. Supono hanya mengenakan kaus santai dengan satu kancing atas dibuka.

Di depan meja terletak sebuah laptop, notes kecil, sebuah USB flashdisk warna merah jambu (pink) dan segelas teh hangat tanpa gula (teh pahit). Dia membawa satu tas jinjing kecil dan sebuah pouch di ikat pinggang. "Kalau senggang seperti ini, selalu saya isi waktu dengan menulis. Judul tulisan soal intelijen sudah antre di sini,"   katanya sembari memegang belakang kepala.

Supono memang baru saja meluncurkan buku pada pekan ketiga Oktober lalu. Judulnya: Intelijen, Profesi Unik Orang-Orang Aneh. Buku setebal 310 halaman itu berisi aneka macam teknik, pengalaman, dan metode intelijen, baik secara ilmiah maupun aplikasi praktis.   "Memang hanya orang aneh yang mau jadi intel,"  katanya lantas tersenyum kecil.

Alumnus Jurusan Ilmu Pemerintahan UGM itu tak sekadar mengarang indah dalam bukunya, tapi hasil dari pengalamannya bergabung dengan Badan Intelijen Negara (BIN). Berbagai penugasan sudah dia jalani. Dia hitung sudah 35 negara disinggahi dalam baktinya sebagai intelijen.

Supono juga alumnus pelatihan CIA (Central Intelligence Agency) dan Mossad ( lengkapnya Ha-Mossad le-Modiin ule-Tafkidim Meyuhadim, dalam bahasa Ibrani berarti Institut Intelijen dan Operasi Khusus, Israel).  "Saya di CIA berlatih advance collection atau metode tingkat mahir untuk pengumpulan data di lapangan,"   katanya.

Collection dalam artian intelijen termasuk teknik menyamar, teknik menyadap, teknik menyusup, meniru, dan sebagainya. "Kalau di Mossad, dua kali; advance analysis dan training for trainer,"   katanya. Baik di CIA maupun Mossad, Supono lulus kursus dengan nilai memuaskan.  

"Sebenarnya kita tidak boleh minder. Kualitas  intel kita sama baik, bahkan lebih baik daripada Mossad dan CIA. Hanya kalah di fasilitas,"   tambahnya.

Supono muda sebenarnya sama sekali tak ada bayangan akan berkarir di dunia mata-mata hingga tua. Dulu dia hanya berkeinginan menjadi PNS atau pegawai agar orang tuanya di Blora, Jateng, bahagia.  "Saya lulus Fisipol tahun 72 nekat bawa ijazah ke Jakarta,"   ujarnya.

Awalnya dia melamar di Badan Urusan Logistik (Bulog).   Baru masuk, sudah disodori naskah bahasa Inggris. "Waktu itu saya masih pating grathul (tidak lancar, Red) bahasa Ingrisnya,"  katanya. Tentu saja dia ditolak.

Beberapa kantor lain dicoba dimasuki, tapi juga nihil. Hampir putus asa, Supono termenung di terminal bus Lapangan Banteng. "Tiba-tiba ada kakak angkatan di HMI menyapa, dia alumnus fakultas hukum. Dia bilang, Bakin (Badan Koordinasi Intelijen Negara) ada lowongan," katanya.

Saat itu, era Orde Baru, Bakin menjadi lembaga yang sangat sangar. Supono pun nekat mendatangi markas Bakin yang dulu berada di Jalan Senopati Raya (sekarang Kantor Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara).   "Satpamnya gagah tinggi besar, kumisnya tebal. Saya berpikir spontan saja. Saya bilang punya informasi penting untuk pimpinan Bakin," tuturnya.

Mujur, satpam itu percaya. Supono malah diantar langsung bertemu dengan kepala personalia Bakin.  "Saya langsung sodorkan ijazah. Kepala personalia itu bilang saya beruntung karena siang itu hari terakhir pendaftaran untuk masyarakat umum,"   katanya.

Pendaftarnya 70 orang, sebagian besar adalah agen-agen honorer Bakin yang memang direkrut sebelumnya. Rupanya, di antara jumlah tersebut, hanya delapan orang yang dinyatakan lolos tes dan bisa resmi menjadi pegawai negeri Bakin.  "Di antara delapan itu, empat orang, termasuk saya, dari kalangan orang awam. Alhamdulillah, semuanya pensiun dalam level eselon I (setingkat Dirjen, Red),"  katanya.

Selesai pendidikan, Supono mendapat tugas awal sebagai LO (liaison officer, petugas penghubung) antara DPR dan Bakin. "Jadi sehari-hari saya nongkrong bareng wartawan-wartawan DPR dan staf-staf lain,"   katanya. Tak seperti sekarang, hasil rapat-rapat DPR zaman itu tak bisa dengan mudah diakses publik. Nah, Supono mengambil data-data itu, lalu dilaporkan ke pimpinan di Bakin.

Karena dinilai berprestasi, Supono lantas promosi jabatan.  "Saya lama di bagian analisis. Bahkan, sebelum di Sekolah Tinggi Intelijen Negara, jabatan eselon I saya adalah deputi analisis (deputi III),"  katanya.

Berbagai cover (kedok) profesi Supono sebagai intel sudah dijalani. "Saya beberapa kali berkedok sebagai diplomat. Ini cover yang memang paling lazim digunakan semua petugas intelijen di dunia," ungkapnya.

Dia juga pernah berkedok sebagai staf Kantor Dagang Indonesia di Taipei (Taiwan).  "Seolah-olah saya pegawai Departemen Perdagangan. Saya dibekali SK, kartu pengenal, semua dari Departemen Perdagangan," tuturnya.

Setiap operasi, baik di dalam maupun luar negeri, Supono memberi tahu istrinya, Sri Rahayuningsih.  "Tidak perlu detail, yang penting cukup tahu di kota mana, berapa hari. Itu saja agar hatinya tenang, " katanya. Kakek delapan cucu itu berpegang pada sifat pokok yang wajib dimiliki seorang intelijen, yakni kejujuran. "Kalau intel berbohong, bagaimana datanya bisa dipercaya pimpinan atau user-nya," katanya.

Tentu saja kehidupan asli seorang agen intelijen, terutama di luar negeri, tak seperti James Bond. "Kita tidak boleh menimbulkan perhatian, apalagi minum minuman keras di kafe-kafe bersama wanita-wanita cantik. Wah, itu sangat berbahaya," ungkapnya.

Sekali seorang diplomat salah langkah, bisa digunakan pihak lain untuk memerasnya sebagai agen ganda. "Misalnya, diplomat ketahuan bermain wanita. Dipotret, lalu diancam akan dibuka ke istri, keluarga, atau masyarakat umum kalau tidak mau jadi agen mereka," katanya. 

Karena itu, Supono yang sering menjadi pemateri kursus anti penggalangan/kontraintelijen untuk diplomat muda Kementerian Luar Negeri itu selalu menekankan dua hal: bertindak jujur dan bertanggung jawab."Selalu eling lan waspodo. Eling itu artinya ingat kepada Tuhan, bersyukur. Waspodo ya waspada. Apalagi, insan intelijen harus selalu merasa diawasi lawan," ujarnya. 

Saat hendak mencari data rahasia di negara lain, kedok Supono pernah nyaris terbongkar. Rupanya, informannya  seorang warga negara setempat  diikuti oleh badan intelijen negara itu. "Saya amati dia dari jauh. Kok seperti gelisah, orang-orang di sekitarnya juga bergelagat meragukan. Sense (perasaan) saya langsung tahu, ini bisa blow up (terbongkar)," katanya.

Karena itu, Supono memilih segera pergi dan tidak jadi menemui kontaknya itu.  "Dalam intelijen, operasi selalu pegang prinsip RAE. Yakni, reguler, alternatif, emergency,"  katanya.

Reguler adalah rencana awal seperti biasa, alternatif adalah skenario cadangan jika rencana awal terdeteksi. Sedangkan, emergency adalah the worst scenario atau skenario terakhir jika hal paling buruk terjadi.

Pulang dari penugasan luar negeri, menjelang pensiun (2007), Supono mendapat tugas memperbaiki sistem perekrutan dan kurikulum pendidikan calon-calon agen muda intelijen di Sekolah Tinggi Intelijen Negara.  "Saya bilang ke adik angkatan saya, Dik As"ad (mantan Wakil Kepala BIN As ad Ali, Red) terima kasih sekali. Ilmu yang bermanfaat itu amal yang tidak terputus meskipun kita sudah mati," katanya.    

Dia lantas menjabat ketua 1 STIN yang membawahkan kurikulum. Dia lalu berkonsultasi dengan berbagai pakar dan akademisi. Di antaranya, dosen-dosen program S-2 Kajian Strategik Intelijen Universitas Indonesia yang memang bekerja sama dengan BIN. "Saya juga turun langsung ke daerah-daerah merekrut calon intel yang potensial,"    ujarnya.

Awalnya, BIN hanya mengambil input anak-anak cerdas dari sekolah unggulan yang semi militeristis seperti SMA Taruna Nusantara di Magelang, atau SMA Krida Nusantara di Bandung. Namun, belakangan BIN mulai merambah ke sekolah-sekolah unggulan yang lain di seluruh Indonesia. Misalnya, Makassar, Ambon, dan Aceh.

"Syaratnya harus cerdas. IQ minimal 120. Intelijen itu bukan modal otot, tapi otak. Karena itu, Pak Zulkifli Lubis, pendiri badan intelijen pertama republik, menyebutnya sebagai prajurit perang pikiran," katanya.

Syarat lain, berbadan sehat dengan tinggi maksimal 175 cm untuk pria dan 167 cm untuk wanita. "Intel tidak boleh terlalu jangkung. Nanti ketahuan, sangat mencolok. Harus kelihatan biasa-biasa saja, tapi supercerdas,"  kata Supono.

Setiap sekolah unggulan akan menyodorkan lima besar lulusannya. Nanti dites khusus oleh BIN. "Juga ada tes kesehatan jiwa secara khusus karena intelijen itu pekerjaan yang tingkat stresnya sangat tinggi. Dia harus bisa menekan egonya ke titik nol,"   tuturnya.

Setelah lulus, mereka tak langsung diasramakan di STIN, Sentul, Bogor. "Harus ada dua surat izin. Satu ditandatangani ayah, satu ditandatangani ibu. Intel harus direstui ibunya agar berhasil dalam tugas,"   kata Supono.

Jika itu beres, siswa-siswa tersebut akan dididik di kawah candradimuka intelijen di STIN, Sentul, Bogor, selama empat tahun. Mereka dilatih berbagai macam skill intelijen, baik kemampuan operasi maupun kemampuan menganalisis data hasil operasi. Kemampuan operasi itu, misalnya, penguasaan bahasa asing, ilmu fotografi, dasar persandian, teknik penyamaran, teknik pembuntutan, teknik manipulasi, menembak, dan menyelam.

"Sebenarnya dukungan fasilitas untuk agen-agen kita juga sudah baik. Penyadapan misalnya. Kita punya alat yang bisa merekam pembicaraan orang di mana pun di Indonesia ini cukup hanya dari Pejaten (Kantor BIN, Red),"  katanya.

Setelah lulus, agen-agen muda tersebut tentu harus mempunyai kedok (cover) untuk bertugas." Ada yang dipilihkan pimpinan. Tapi, sebagian besar harus mencari kedok sendiri sesuai lingkup penugasannya," jelasnya. Beberapa yang paling sering dipilih adalah kedok sebagai wartawan, peneliti, dosen, atau aktivis LSM.

"Kalau dari sisi menyamar, sebenarnya kemampuan intel kita di atas rata-rata. Di buku, saya ceritakan seorang mayor yang pura-pura jadi orang gila berhari-hari untuk mengintai sasaran,"  katanya.

Supono menegaskan, jika ada yang sok berlagak intel, sesungguhnya dia justru bukan intel alias intel bodong. "Ada yang mengaku-aku anggota BIN, pakai kartu anggota segala, tujuannya jahat, memeras orang. Ini harus dilaporkan polisi," ujarnya.

Dia juga meluruskan persepsi orang bahwa intelijen selalu identik dengan dunia hitam, jahat, licik, dan curang."Itu karena di Indonesia masih terbayang-bayang intel di masa Orde Lama maupun Orde Baru yang dimanfaatkan user-nya, yakni kepala negara, untuk tujuan pribadi,"   katanya.

Padahal, lanjut dia, intelijen seharusnya mengabdi pada satu prinsip, yakni kepentingan nasional. "Karena pimpinan tertinggi yang idealnya bisa menjamin kepentingan nasional adalah presiden, kami hanya patuh kepada dan melayani presiden sebagai single user,"   katanya.

Intelijen juga harus legawa jika selalu disalahkan dalam setiap peristiwa besar. "Kita tidak boleh membela diri walaupun data dan analisis sudah disetorkan ke user sebelum kejadian, tapi tidak ditindaklanjuti. Istilahnya, gupak pulut ora mangan nangkane (kena getah, tapi tak mencicipi buahnya, Red),"   katanya.

Sejarah ilmu dan metode intelijen sudah ribuan tahun. Di Indonesia bahkan dipakai sejak zaman Ken Arok dalam meruntuhkan takhta Tunggul Ametung pada masa Kerajaan Singasari. Begitu juga saat Sultan Agung Hanyokrokusumo menyerang Batavia. Saat itu Sultan memanfaatkan telik sandi beretnis Tionghoa bernama Tjong Ling.


Di era cyber sekarang ini, intelijen ditantang untuk terus berinovasi. Mampu beradaptasi dengan hal-hal yang baru dan terus memperbaiki diri. "Itu salah satu motif saya menulis, memberikan sumbangan pengalaman untuk adik-adik seperti Anda ini,"   tuturnya.

Penggemar wayang kulit itu optimistis bahwa intelijen di Indonesia semakin baik dan berguna untuk masyarakat. Syaratnya, para pelakunya tidak pamrih (berharap balas jasa). "Jargon intelijen itu berhasil tidak dipuji, gagal dicaci maki, hilang tidak dicari, mati tidak diakui. Ketika itu diresapi, pasti profesional,"   katanya. (http://www.jpnn.com/read/2012/10/27/144799/Agar-Sukses,-Anggota-BIN-Harus-Dapat-Restu-Ibu, judul tulisan : Agar Sukses, Anggota BIN Harus Dapat Restu Ibu)
Beliau adalah Supono Soegirman, Perekrut dan Guru Intelijen Indonesia

Tulisan ini dimuat juga di : http://radarsukabumi.com/?p=34085
Disini juga dikatakan = Supono Soegirman, Perekrut dan Guru Intelijen Indonesia

-----------------------------

Agen intelejen BIN, sewaktu aktif, tidak pernah mengaku kalau dia adalah seorang anggota BIN. Baru setelah lepas tugas, dan pensiun mereka akan akui kalau bagian dari jaringan inteljen BIN. Contoh agen lain adalah Laksamana Djuanda. Dia adalah salah seorang anggota DPR bidang komisi pertahanan sekarang juga mantan BIN.   (http://www.pewarta-indonesia.com/inspirasi/serba-serbi/4148-fenomena-badan-intelijen-negara.html, judul tulisan : Fenomena Badan Intelijen Negara)
------------------

Tahun 2000 Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) mengubah Bakin menjadi Badan Intelijen Negara (BIN) sampai sekarang.
Sejak 1945 s/d sekarang, organisasi intelijen negara telah berganti nama sebanyak 6 (enam) kali [1]:
  1. BRANI (Badan Rahasia Negara Indonesia).
  2. BKI (Badan Koordinasi Intelijen).
  3. BPI (Badan Pusat Intelijen).
  4. KIN (Komando Intelijen Negara).
  5. BAKIN (Badan Koordinasi Intelijen Negara).
  6. BIN
Kepala BIN mempunyai tugas memimpin BIN dalam melaksanakan tugas dan fungsi BIN. Kepala BIN diberikan hak keuangan, administrasi dan fasilitas lainnya setingkat dengan Menteri.
Daftar Kepala BIN adalah sebagai berikut:
Nama Awal masa jabatan Akhir masa jabatan Keterangan
Zulkifli Lubis 1946

Soebandrio 1959 1965
Soeharto 1965 1967
Mayor Jenderal Soedirgo 22 Mei 1967 21 November 1968
Sutopo Juwono 21 November 1968 Januari 1974
Yoga Soegomo Januari 1974 2 Juni 1989
Mayor Jenderal Sudibyo 2 Juni 1989 April 1996
Moetojib April 1996 21 Mei 1998
Z.A. Maulani 21 Mei 1998 1999
Arie J. Kumaat 1999 2001
A.M. Hendropriyono 9 Agustus 2001 8 Desember 2004
Syamsir Siregar 8 Desember 2004 22 Oktober 2009
Sutanto 22 Oktober 2009 19 Oktober 2011
Marciano Norman 19 Oktober 2011 Sedang menjabat
 (Badan Intelijen Negara). (http://id.wikipedia.org/wiki/Badan_Intelijen_Negara, judul tulisan = Badan Intelijen Negara)
------------------------

Membuktikan Keterlibatan Inteligen Memang Sulit
 Jurubicara Markas Besar Polisi, Inspektur Jenderal Ariyanto Boedihardjo menyatakan tidak ada keharusan polisi untuk menggunakan temuan Tim Pencari Fakta (TPF) Munir dalam menyelidiki kasus itu. "Temuan itu hanya bahan masukan,"katanya.

Mengenai temuan TPF Munir yang mengatakan adanya keterlibatan aparat intelejen, Aryanto menyatakan sejauh ini pihaknya masih belum menemukan bukti itu. Dia mengatakan sudah ada aparat intelejen yang diperiksa namun belum bisa dijadiakan tersangka. "Mengharapkan pengakuan tersangka itu tidak mudah,"ujarnya.

Diakhir masa kerjanya, TPF Munir menyimpulkan bahwa pembunuhan terhadap Munir dilakukan oleh suatu pemufakatan jahat. Pembunuhan itu melibatkan pihak-pihak tertentu di lingkungan PT Garuda Indonesia dan Badan Intelejen Negara (BIN))(http://www.tempo.co/read/news/2005/09/09/05566399/Polisi-Menafikan-Temuan-TPF-Munir , judul tulisan :Polisi Menafikan Temuan TPF Munir tulisan ini tahun 2005-lihat di URL)

--------
Syamsir Siregar, Kepala BIN adalah Mantan Tim SUKses SBY di pemliu 2004
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Rabu (08/12/04) pagi melantik dan mengambil sumpah Mayor Jenderal Syamsir Siregar sebagai Kepala Badan Intelijen Negara (BIN). Syamsir Siregal menggantikan Letjen Purnawirawan Hendropriyono yang mengundurkan diri setelah SBY terpilih sebagai Presiden. Pelantikan dilakukan di Istana Negara Rabu pagi.

Syamsir Siregar diangkat sebagai Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) berdasarkan Keppres No.197/M/2004 yang sudah ditandatangani 29 November 2004 lalu.

Di jajaran kabinet, Syamsir merupakan pejabat eselon IA. Acara pelantikan dihadiri Kapolri, Menhan, Mensos, Menko Kesra dan Menko Polkam.

Hadir juga Ketua BPK Anwar Nasution, Ketua DPD Ginandjar Kartasasmita, Ketua KPK Taufiqurrahman Ruki dan tamu undangan lainnya.

Selain dikenal sebagai tim Sukses SBY pada pilpres lalu, Syamsir adalah lulusan Akademi Militer Nasional tahun 1965, satu angkatan dengan Letjen M Ma'ruf yang kini menjabat Mendagri, Mayjen Purnawirawan Theo Syafei dan mantan Kasum ABRI, Letjen Purnawirawan Sueyono. (http://www.indosiar.com/fokus/syamsir-siregar-dilantik-menjadi-kepala-bin_29464.html, judul tulisan : Syamsir Siregar Dilantik Menjadi Kepala BIN)

Syamsir merupakan lulusan Akademi Militer Nasional (AMN) 1965 seangkatan dengan Letjen (Purn) M Ma'ruf yang kini menjabat Mendagri, Mayjen (Purn) Theo Syafei dan mantan Kasum ABRI, Letjen Purn Soeyono. Ketika musim pilpres yang lalu, Syamsir adalah tim sukses SBY yang aktif menepis isu-isu negatif yang menerpa jagoannya. (http://news.detik.com/read/2004/12/08/094824/252241/10/syamsir-siregar-resmi-kepala-bin?nd992203605 judul =Syamsir Siregar Resmi Kepala BIN )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar