Minggu, 28 Juli 2013

Biografi Megawati Soekarno Putri

Megawati Soekarnoputri adalah Presiden Republik Indonesia ke-5, putri sulung Presiden RI pertama Soekarno dan Ibu negara Fatmawati. Lahir di Yogyakarta, 23 Januari 1947 dan bernama lengkap Dyah Permata Megawati Soekarnoputri. Kehidupan masa kecil Megawati dilewatkan di Istana Negara. Sejak masa kanak-kanak, Megawati mempunyai hobi menari dan sering ditampilkan di hadapan tamu-tamu negara yang berkunjung ke Istana. Memulai pendidikannya, dari SD hingga SMA di Perguruan Cikini, Jakarta kemudian pernah belajar di dua Universitas, yaitu Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran, Bandung (1965-1967) dan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (1970-1972). 
Mbak Mega menikah dua kali, pernikahan pertama dengan pilot Letnan Satu Penerbang TNI AU, Surendro dan dikaruniai dua anak lelaki bernama Mohammad Prananda dan Mohammad Rizki Pratama. Suaminya kemudian meninggal saat tahun 1970, di kawasan Indonesia Timur, pilot Surendro bersama pesawat militernya hilang dalam tugas. Tiga tahun kemudian Mega menikah dengan Taufik Kiemas, pengusaha asal Ogan Komiring Ulu, Sumatera Selatan. Mbak Mega dan Taufik Kiemas dikaruniai seorang putri Puan Maharani. 

Walaupun keturunan politikus nomor wahid, tidak terbilang piawai dalam dunia politik. Mbak Mega mengawali karir politiknya sekitar tahun 1987 di Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Awalnya Ia dipandang sebelah mata oleh teman dan lawan politiknya, dianggap sebagai pendatang baru dalam kancah politik Indonesia. Saat itu Partai Demokrasi Indonesia (PDI) menempatkannya sebagai salah seorang calon legislatif dari daerah pemilihan Jawa Tengah, untuk mendongkrak suara. Megawati tampil menjadi primadona dalam kampanye PDI, walau tergolong tidak banyak bicara. Suara untuk PDI naik, beliau kemudian terpilih menjadi anggota DPR/MPR mewakili Provinsi Jawa Tengah. Pada tahun itu pula Megawati terpilih sebagai Ketua DPC PDI Jakarta Pusat. Kehadiran Megawati di Parlemen belum saat itu belum dapat berbuat banyak akibat tekanan politik di era Soeharto. Gerakan politiknya lebih bersifat lobi-lobi diluar parlemen. Tahun 1993 karir politiknya meningkat tajam setelah terpilih menjadi ketua umum PDI. Hal ini di anggap ancaman bagi pemerintah Soeharto saat itu. 

Proses naiknya mbak mega sebagia ketua umum berawal dari kemelut di tubuh PDI yang melangsungkan konggres di Medan yang berakhir deadlock. Saat itu, pemerintahan Soeharto ikut campur tangan dengan urusan Parpol, sehingga pemerintah mendukung Hardjono untuk menggantikan Soerjadi. PDI kemudian mengadakan konggres luar biasa di Surabaya. Dalam konggres ini nama Megawati mencuat dan mengungguli Hardjono yang didukung pemerintah. Mega terpilih sebagai Ketua Umum PDI. Kemudian status Mega sebagai Ketua Umum PDI dikuatkan lagi oleh Musyawarah Nasional PDI di Jakarta.

Tetapi pemerintah menganggap pemilihan Mega tidak syah, Namun pemerintah menolak dan menganggapnya tidak sah. Karena itu, dan pemerintah menggalang kekuatan mendongkel Mega sebagai Ketua Umum PDI. Fatimah Ahmad cs, atas dukungan pemerintah, menyelenggarakan Kongres PDI di Medan pada tahun 1996, untuk menaikkan kembali Soerjadi. Mega dengan tegas menyatakan tidak mengakui Kongres Medan. Mega teguh menyatakan dirinya sebagai Ketua Umum PDI yang sah. Kantor DPP PDI di Jalan Diponegoro, sebagai simbol keberadaan DPP yang sah, dikuasai oleh pihak Mega. Para pendukung Mega tidak mau surut satu langkah pun. Mereka tetap berusaha mempertahankan kantor itu. 

Soerjadi yang didukung pemerintah pun memberi ancaman akan merebut secara paksa kantor DPP PDI itu. Ancaman itu kemudian menjadi kenyataan. Pagi, tanggal 27 Juli 1996 kelompok Soerjadi benar-benar merebut kantor DPP PDI dari pendukung Mega. Terjadilah peristiwa bentrokan berdaarah yang terkenal dengan sebutan peristiwa 27 Juli. Tekanan politik pemerintah terhadap mbak Mega makin kuat, namun hal ini justru mengundang simpati dan empati masyarakat luas. Akibatnya, PDI pimpinan Mega tidak bisa ikut Pemilu 1997. Setelah rezim Orde Baru tumbang, PDI Mega berubah nama menjadi PDI Perjuangan. Partai politik berlambang banteng gemuk dan bermulut putih itu berhasil memenangkan Pemilu 1999 dengan meraih lebih tiga puluh persen suara. Kemenangan PDIP itu menempatkan Mega pada posisi paling patut menjadi presiden dibanding kader partai lainnya. Tetapi ternyata pada SU-MPR 1999, Mega kalah karena sistem pemilihan presiden tidak dipilih langsung oleh rakyat tapi dipilih oleh anggota parlemen. Ini menunjukkan Mbak kepiawaian politik mega kalah dibanding nama-nama beken seperti Amien Rais, dan Abdurrahman Wahid. Perolehan suara Megawati di bawah Abdurrahman Wahid. Beliau kemudian diangkat menjadi Wakil Presiden RI yang ke-8 mendampingi presiden Abdurrahman Wahid.

Kurang dari dua tahun, tepatnya tanggal 23 Juli 2001 anggota MPR secara aklamasi menempatkan Megawati duduk sebagai Presiden RI ke-5 menggantikan KH Abdurrahman Wahid. Hal ini terjadi setelah MPR menggelar sidang umum istimewa melengserkan presiden terpilih atas prakarsa Amien Rais. Megawati menjadi presiden hingga 20 Oktober 2003. Setelah habis masa jabatannya, Megawati kembali mencalonkan diri sebagai presiden dalam pemilihan presiden langsung tahun 2004. Namun, beliau gagal untuk kembali menjadi presiden setelah kalah dari Susilo Bambang Yudhoyono yang akhirnya menjadi Presiden RI ke-6.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar