FUNGSI MANUSIA SEBAGAI KHALIFAH DI MUKA BUMI
ALLAH SWT menciptakan alam semesta dan menentukan fungsi-fungsi dari
setiap elemen alam ini. Mata hari punya fungsi, bumi punya fungsi,
udara punya fungsi, begitulah seterusnya; bintang-bintang, awan, api,
air, tumbuh-tumbuhan dan seterusnya hingga makhluk yang paling kecil
masing-masing memiliki fungsi dalam kehidupan. Pertanyaan kita adalah
apa sebenarnya fungsi manusia dalam pentas kehidupan ini? Apakah sama
fungsinya dengan hewan dan tumbuh-tumbuhan? atau mempunyai fungsi yang
lebih istimewa ?
Bagi seorang atheis, manusia tak lebih dari fenomena alam seperti
makhluk yang lain. Oleh karena itu, manusia menurut mereka hadir di muka
bumi secara alamiah dan akan hilang secara alamiah. Apa yang dialami
manusia, seperti peperangan dan bencana alam yang menyebabkan banyak
orang mati, adalah tak lebih sebagai peristiwa alam yang tidak perlu
diambil pelajaran atau dihubungkan dengan kejahatan dan dosa, karena
dibalik kehidupan ini tidak ada apa-apa, tidak ada Tuhan yang mengatur,
tidak ada sorga atau neraka, seluruh kehidupan adalah peristiwa alam.
Bagi orang atheis fungsi manusia tak berbeda dengan fungsi hewan atau
tumbuh-tumbuhan, yaitu sebagai bagian dari alam.
Bagi orang yang menganut faham sekuler, manusia adalah pemilik alam
yang boleh mengunakannya sesuai dengan keperluan. Manusia berhak
mengatur tata kehidupan di dunia ini sesuai dengan apa yang dipandang
perlu, dipandang baik dan masuk akal karena manusia memiliki akal yang
bisa mengatur diri sendiri dan memutuskan apa yang dipandang perlu.
Mungkin dunia dan manusia diciptakan oleh Tuhan, tetapi kehidupan dunia
adalah urusan manusia, yang tidak perlu dicampuri oleh agama. Agama
adalah urusan individu setiap orang yang tidak perlu dicampuri oleh
orang lain apa lagi oleh negara.
Agama Islam mengajarkan bahwa manusia memiliki dua predikat, yaitu
sebagai hamba Allah (`abdullah) dan sebagai wakil Allah (khalifatullah)
di muka bumi. Sebagai hamba Allah, manusia adalah kecil dan tak memiliki
kekuasaan. Oleh karena itu, tugasnya hanya menyembah kepada-Nya dan
berpasrah diri kepada-Nya. Tetapi sebagai khalifatullah, manusia diberi
fungsi sangat besar, karena Allah Maha Besar maka manusia sebagai
wakil-Nya di muka bumi memiliki tanggung jawab dan otoritas yang sangat
besar.
Sebagai khalifah, manusia diberi tangung jawab pengelolaan alam
semesta untuk kesejahteraan umat manusia, karena alam semesta memang
diciptakan Tuhan untuk manusia. Sebagai wakil Tuhan manusia juga diberi
otoritas ketuhanan; menyebarkan rahmat Tuhan, menegakkan kebenaran,
membasmi kebatilan, menegakkan keadilan, dan bahkan diberi otoritas
untuk menghukum mati manusia. Sebagai hamba manusia adalah kecil, tetapi
sebagai khalifah Allah, manusia memiliki fungsi yang sangat besar dalam
menegakkan sendi-sendi kehidupan di muka bumi. Oleh karena itu, manusia
dilengkapi Tuhan dengan kelengkapan psikologis yang sangat sempurna,
akal, hati, syahwat dan hawa nafsu, yang kesemuanya sangat memadai bagi
manusia untuk menjadi makhluk yang sangat terhormat dan mulia, disamping
juga sangat potensil untuk terjerumus hingga pada posisi lebih rendah
dibanding binatang.
Fungsi Khalifah
Pada dasarnya, akhlak yang diajarkan Alquran terhadap
lingkungan bersumber dari fungi manusia sebagai khalifah. Kekhalifahan
menuntut adanya interaksi antara manusia dengan sesamanya dan manusia
terhadap alam. Kekhalifahan mengandung arti pengayoman, pemeliharaan,
serta pembimbingan, agar setiap makhluk mencapai tujuan penciptaannya.
Dalam pandangan akhlak Islam, seseorang tidak dibenarkan mengambil
buah sebelum matang, atau memetik bunga sebelum mekar, karena hal
ini berarti tidak memberi kesempatan kepada makhluk untuk mencapai
tujuan penciptaannya.
Ini berarti manusia dituntut untuk mampu menghormati proses-proses
yang sedang berjalan, dan terhadap semua proses yang sedang terjadi.
Yang demikian mengantarkan manusia bertanggung jawab, sehingga ia tidak
melakukan perusakan, bahkan dengan kata lain, “Setiap perusakan
terhadap lingkungan harus dinilai sebagai perusakan pada diri manusia
sendiri.” Binatang, tumbuhan, dan benda-benda tak bernyawa semuanya
diciptakan oleh Allah Swt. dan menjadi milik-Nya, serta semua memiliki
ketergantungan kepada-Nya. Keyakinan ini mengantarkan sang Muslim untuk
menyadari bahwa semuanya adalah “umat” Tuhan yang harus diperlakukan
secara wajar dan baik.
Karena itu dalam Alquran ditegaskan bahwa :
“
Dan tidaklah binatang-binatang yang ada di bumi dan
burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat-umat
(juga) seperti manusia...” (QS. Al-An’am [6] : 38)
Bahwa semuanya adalah milik Allah, mengantarkan manusia kepada
kesadaran bahwa apapun yang berada di dalam genggaman tangannya,
tidak lain kecuali amanat yang harus dipertanggungjawabkan.
“Setiap jengkal tanah yang terhampar di bumi, setiap angin yang
berhembus di udara, dan setiap tetes hujan yang tercurah dari langit
akan dimintakan pertanggungjawabannya, manusia menyangkut pemeliharaan
dan pemanfaatannya”, demikian kandungan penjelasan Nabi Saw.
tentang firman-Nya dalam Alquran
“
Kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kemikmatan (yang kamu peroleh).” (At-Takatsur, [102]: 8)
Dengan demikian manusia bukan saja dituntut agar tidak alpa dan
angkuh terhadap sumber daya yang dimilikinya, melainkan juga dituntut
untuk memperhatikan apa yang sebenarnya dikehendaki oleh Pemilik (Tuhan)
menyangkut apa yang berada di sekitar manusia.
“
Kami tidak menciptakan langit dan bumi serta yang berada di
antara keduanya, kecuali dengan (tujuan) yang hak dan pada waktu yang
ditentukan” (QS Al-Ahqaf [46]: 3).
Pernyataan Allah ini mengundang seluruh manusia untuk tidak hanya
memikirkan kepentingan diri sendiri, kelompok, atau bangsa, dan
jenisnya saja, melainkan juga harus berpikir dan bersikap demi
kemaslahatan semua pihak. Ia tidak boleh bersikap sebagai penakluk
alam atau berlaku sewenang-wenang terhadapnya. Memang, istilah
penaklukan alam tidak dikenal dalam ajaran Islam. Istilah itu muncul
dari pandangan mitos Yunani yang beranggapan bahwa benda-benda alam
merupakan dewa-dewa yang memusuhi manusia sehingga harus ditaklukkan.
Yang menundukkan alam menurut Alquran adalah Allah. Manusia tidak
sedikit pun mempunyai kemampuan kecuali berkat kemampuan yang
dianugerahkan Tuhan kepadanya.
“
Mahasuci Allah yang menjadikan (binatang) ini mudah bagi kami, sedangkan kami sendiri tidak mempunyai kemampuan untuk itu.” (QS. Az-Zukhruf [43]: 13)
Jika demikian, manusia tidak mencari kemenangan, tetapi keselarasan
dengan alam. Keduanya tunduk kepada Allah, sehingga mereka harus
dapat bersahabat. Aquran menekankan agar umat Islam meneladani Nabi
Muhammad Saw. yang membawa rahmat untuk seluruh alam (segala sesuatu).
Untuk menyebarkan rahmat itu, Nabi Muhammad Saw. bahkan memberi nama
semua yang menjadi milik pribadinya, sekalipun benda-benda itu tak
bernyawa. “Nama” memberikan kesan adanya kepribadian, sedangkan kesan
itu mengantarkan kepada kesadaran untuk bersahabat dengan pemilik nama.
Ini berarti bahwa manusia dapat memanfaatkannya dengan
sebaik-baiknya. Namun pada saat yang sama, manusia tidak boleh tunduk
dan merendahkan diri kepada segala sesuatu yang telah direndahkan Allah
untuknya, berapa pun harga benda-benda itu. Ia tidak boleh diperbudak
oleh benda-benda itu. Ia tidak boleh diperbudak oleh benda-benda
sehingga mengorbankan kepentingannya sendiri. Manusia dalam hal ini
dituntut untuk selalu mengingat-ingat, bahwa ia boleh meraih apapun
asalkan yang diraihnya serta cara meraihnya tidak mengorbankan
kepentingannya di akhirat kelak.
Memanfaatkan Segala Potensi
Manusia merupakan khalifah di bumi ini, diciptakan oleh Allah dengan
berbagai kelebihan dan kesempurnaan yang menyertainya. Kita diberi akal
pikiran dan juga hawa nafsu sebagai pelengkapnya. Manusia telah
diberikan berbagai fasilitas di muka bumi sebagai alat pemenuhan
kebutuhan manusia. Semua yang kita perlukan telah terhampar di alam
semesta, manusia hanya perlu mengelolanya saja.
Dalam kelangsungan hidup manusia terjadi berbagai perkembangan di
dunia, semakin kompleksnya kebutuhan manusia, perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, dengan terciptanya berbagai mesin-mesin dan
berbagai alat komunikasi yang membantu meringankan kehidupan dan
pekerjaan manusia. Didorong dengan nafsu keserakahannya, manusia hanya
berusaha untuk memenuhi kebutuhannya, negara hanya berpikir untuk
memajukan perekonomian dan pembangunan besar-besaran diberbagai sektor,
tanpa memikirkan dampak lingkungan yang diakibatkan dari apa yang
dilakukan manusia. Termasuk penduduk Indonesia perilakunya juga seperti
itu, bisa dikatakan kepeduliannya sangat kecil terhadap lingkungan, ini
tidak lepas dari tingkat kesadaran masyarakat dan juga desakan ekonomi
yang juga menuntut masyarakat berusaha untuk memenuhi kebutuhannya tanpa
menghiraukan dampak lingkungan yang diakibatkan.
Kegiatan manusia di dunia ini banyak menimbulkan masalah bagi
lingkungan, erosi tanah, polusi udara, banjir, tanah longsor, tanah yang
hilang kesuburannya, hilangnya spesies-spesies dalam ekosistem,
kekeringan, hilangnya biota-biota laut dan yang paling memprihatinkan
adalah pemanasan suhu global, yaitu peristiwa pemanasan bumi yang
disebabkan oleh peningkatan ERK (Efek Rumah Kaca) yang disebabkan oleh
gas rumah kaca (GRK), seperti CO2, CH4, Sulfur dan lain-lain yang
menyerap sinar panas atau menyebabkan terperangkapnya panas matahari
(sinar infra merah). ERK (
greenhouse effect) bukan berarti
disebabkan oleh bangunan-bangunan yang berdinding kaca, tapi hanya
merupakan istilah yang berasal dari para petani di daerah iklim sedang
yang menanam tanaman di rumah kaca.
Global Warming sangat perlu diperhatikan oleh seluruh penduduk dunia,
dan termasuk didalamnya penduduk Indonesia, dengan bersinergi
menurunkan dan memperlambat peningkatan
greenhouse effect.
Langkah-langkah nyata harus dilakukan oleh masyarakat, karena sangat
besarnya dampak yang diakibatkan oleh pemanasan global bagi kelangsungan
hidup manusia dan makhluk lain yang hidup di bumi.
Kita ketahui Indonesia merupakan negara maritim. Pemanasan global
yang saat ini terjadi akan memicu naiknya suhu atmosfer bumi, dan akan
menaikkan permukaaan air laut, yang juga didukung oleh pencairan es di
kutub bumi. Hal ini dapat memicu tenggelamnya negara kita, didahului
dengan tenggelamnya ribuan pulau-pulau kecil yang dimiliki Indonesia.
Kalau pemanasan global tidak cepat ditanggulangi dan membiarkan
kegiatan-kegiatan manusia yang tidak ramah dengan lingkungan, mungkin
beberapa abad lagi negara kita akan tenggelam dan berakhirlah peradaban
manusia di dunia.
Seiring pertumbuhan penduduk yang cenderung tidak dapat dikendalikan
dan selalu menunjukkan peningkatan. Hal ini juga terjadi di Indonesia,
akan memicu naiknya kebutuhan-kebutuhan manusia seperti pangan, tempat
tinggal, listrik, BBM dan banyak kebutuhan lainnya. Kesemuanya itu akan
meningkatkan kebutuhan manusia akan lahan-lahan yang digunakan untuk
produksi pertanian, perkebunan, pertambangan, tempat tinggal,
jalan-jalan dan fasilitas umum. Hal ini tidak bisa dipungkiri, dan
akhirnya terjadilah penebangan pohon-pohon dan hutan untuk memenuhi
kebutuhan untuk bahan baku industri tanpa menghiraukan dampak lingkungan
yang akan diderita.
Ini berarti manusia dituntut untuk mampu menghormati proses-proses
yang sedang berjalan, dan terhadap semua proses yang sedang terjadi.
Yang demikian mengantarkan manusia bertanggung jawab, sehingga ia tidak
melakukan perusakan, bahkan dengan kata lain, “Setiap perusakan
terhadap lingkungan harus dinilai sebagai perusakan pada diri manusia
sendiri.” Binatang, tumbuhan, dan benda-benda tak bernyawa semuanya
diciptakan oleh Allah Swt. dan menjadi milik-Nya, serta semua memiliki
ketergantungan kepada-Nya. Keyakinan ini mengantarkan sang Muslim untuk
menyadari bahwa semuanya adalah “umat” Tuhan yang harus diperlakukan
secara wajar dan baik.
Sebagai khalifah, manusia diberi tangung jawab pengelolaan alam
semesta untuk kesejahteraan ummat manusia, karena alam semesta memang
diciptakan Allah untuk manusia. Sebagai hamba manusia adalah kecil,
tetapi sebagai khalifah Allah, manusia memiliki fungsi yang sangat besar
dalam menegakkan sendi-sendi kehidupan di muka bumi. Oleh karena itu,
manusia dilengkapi Tuhan dengan kelengkapan psikologis yang sangat
sempurna, akal, hati, syahwat dan hawa nafsu, yang kesemuanya sangat
memadai bagi manusia untuk menjadi makhluk yang sangat terhormat dan
mulia, disamping juga sangat potensil untuk terjerumus hingga pada
posisi lebih rendah dibanding binatang. ***
Hermawan Soediro