Kisah Ketegaran Seorang Istri Sholehah (Kisah Nyata)
Sebuah kisah nyata yg di ambil dari dunia maya
Aku mencintaimu suamiku
Cerita ini adalah kisah nyata…
dimana perjalanan hidup ini ditulis oleh seorang istri dalam sebuah laptopnya.
Bacalah, semoga kisah nyata ini
menjadi pelajaran bagi kita semua.***
Cinta itu butuh
kesabaran…
Sampai dimanakah
kita harus bersabar menanti cinta kita???
Hari itu.. aku
dengannya berkomitmen untuk menjaga cinta kita..
Aku menjadi
perempuan yg paling bahagia…..
Pernikahan kami
sederhana namun meriah…..
Ia menjadi pria
yang sangat romantis pada waktu itu.
Aku bersyukur
menikah dengan seorang pria yang shaleh, pintar, tampan & mapan pula.
Ketika kami
berpacaran dia sudah sukses dalam karirnya.
Kami akan berbulan
madu di tanah suci, itu janjinya ketika kami berpacaran dulu..
Dan setelah
menikah, aku mengajaknya untuk umroh ke tanah suci….
Aku sangat bahagia
dengannya, dan dianya juga sangat memanjakan aku… sangat terlihat dari rasa
cinta dan rasa sayangnya pada ku.
Banyak orang yang
bilang kami adalah pasangan yang serasi. Sangat terlihat sekali bagaimana
suamiku memanjakanku. Dan aku bahagia menikah dengannya.
***
Lima tahun berlalu
sudah kami menjadi suami istri, sangat tak terasa waktu begitu cepat berjalan
walaupun kami hanya hidup berdua saja karena sampai saat ini aku belum bisa
memberikannya seorang malaikat kecil (bayi) di tengah keharmonisan rumah tangga
kami.
Karena dia anak
lelaki satu-satunya dalam keluarganya, jadi aku harus berusaha untuk
mendapatkan penerus generasi baginya.
Alhamdulillah saat
itu suamiku mendukungku…
Ia mengaggap Allah
belum mempercayai kami untuk menjaga titipan-NYA.
Tapi keluarganya
mulai resah. Dari awal kami menikah, ibu & adiknya tidak menyukaiku. Aku
sering mendapat perlakuan yang tidak menyenangkan dari mereka, namun aku selalu
berusaha menutupi hal itu dari suamiku…
Didepan suami ku
mereka berlaku sangat baik padaku, tapi dibelakang suami ku, aku dihina-hina
oleh mereka…
Pernah suatu
ketika satu tahun usia pernikahan kami, suamiku mengalami kecelakaan, mobilnya
hancur. Alhamdulillah suami ku selamat dari maut yang hampir membuat ku menjadi
seorang janda itu.
Ia dirawat dirumah
sakit pada saat dia belum sadarkan diri setelah kecelakaan. Aku selalu
menemaninya siang & malam sambil kubacakan ayat-ayat suci Al – Qur’an. Aku
sibuk bolak-balik dari rumah sakit dan dari tempat aku melakukan aktivitas
sosial ku, aku sibuk mengurus suamiku yang sakit karena kecelakaan.
Namun saat ketika
aku kembali ke rumah sakit setelah dari rumah kami, aku melihat di dalam
kamarnya ada ibu, adik-adiknya dan teman-teman suamiku, dan disaat itu juga..
aku melihat ada seorang wanita yang sangat akrab mengobrol dengan ibu mertuaku.
Mereka tertawa menghibur suamiku.
Alhamdulillah
suamiku ternyata sudah sadar, aku menangis ketika melihat suami ku sudah sadar,
tapi aku tak boleh sedih di hadapannya.
Kubuka pintu yang
tertutup rapat itu sambil mengatakan, "Assalammu’alaikum” dan mereka
menjawab salam ku. Aku berdiam sejenak di depan pintu dan mereka semua
melihatku. Suamiku menatapku penuh manja, mungkin ia kangen padaku karena sudah
5 hari mata nya selalu tertutup.
Tangannya
melambai, mengisyaratkan aku untuk memegang tangannya erat. Setelah aku
menghampirinya, kucium tangannya sambil berkata "Assalammu’alaikum”, ia
pun menjawab salam ku dengan suaranya yg lirih namun penuh dengan cinta. Aku
pun senyum melihat wajahnya.
Lalu.. Ibu nya
berbicara denganku …
"Fis,
kenalkan ini Desi teman Fikri”.
Aku teringat
cerita dari suamiku bahwa teman baiknya pernah mencintainya, perempuan itu
bernama Desi dan dia sangat akrab dengan keluarga suamiku. Hingga akhirnya aku
bertemu dengan orangnya juga. Aku pun langsung berjabat tangan dengannya, tak
banyak aku bicara di dalam ruangan tersebut,aku tak mengerti apa yg mereka
bicarakan.
Aku sibuk
membersihkan & mengobati luka-luka di kepala suamiku, baru sebentar aku
membersihkan mukanya, tiba-tiba adik ipar ku yang bernama Dian mengajakku
keluar, ia minta ditemani ke kantin. Dan suamiku pun mengijinkannya. Kemudian
aku pun menemaninya.
Tapi ketika di
luar adik ipar ku berkata, ”lebih baik kau pulang saja, ada kami yg menjaga
abang disini. Kau istirahat saja. ”
Anehnya, aku tak
diperbolehkan berpamitan dengan suamiku dengan alasan abang harus banyak
beristirahat dan karena psikologisnya masih labil. Aku berdebat dengannya
mempertanyakan mengapa aku tidak iizinkan berpamitan dengan suamiku. Tapi
tiba-tiba ibu mertuaku datang menghampiriku dan ia juga mengatakan hal yang
sama. Nantinya dia akan memberi alasan pada suamiku mengapa aku pulang tak
berpamitan padanya, toh suamiku selalu menurut apa kata ibunya, baik ibunya
Salah ataupun Tidak, suamiku tetap saja membenarkannya. Akhirnya aku pun pergi
meninggalkan rumah sakit itu dengan linangan air mata.
Sejak saat itu aku
tidak pernah diijinkan menjenguk suamiku sampai ia kembali dari rumah sakit.
Dan aku hanya bisa menangis dalam kesendirianku. Menangis mengapa mereka sangat
membenciku.
***
Hari itu.. aku
menangis tanpa sebab, yang ada di benakku aku takut kehilangannya, aku takut
cintanya dibagi dengan yang lain.
Pagi itu, pada
saat aku membersihkan pekarangan rumah kami, suamiku memanggil ku ke taman
belakang, ia baru saja selesai sarapan, ia mengajakku duduk di ayunan favorit
kami sambil melihat ikan-ikan yang bertaburan di kolam air mancur itu.
Aku bertanya, ”Ada
apa kamu memanggilku?”
Ia berkata, ”Besok
aku akan menjenguk keluargaku di Sabang”
Aku menjawab, ”Ia
sayang.. aku tahu, aku sudah mengemasi barang-barang kamu di travel bag dan
kamu sudah memeegang tiket bukan?”
"Ya tapi aku
tak akan lama disana, cuma 3 minggu aku disana, aku juga sudah lama tidak
bertemu dengan keluarga besarku sejak kita menikah dan aku akan pulang dengan
mama ku”, jawabnya tegas.
"Mengapa baru
sekarang bicara, aku pikir hanya seminggu saja kamu disana?", tanya ku
balik kepadanya penuh dengan rasa penasaran dan sedikit rasa kecewa karena ia
baru memberitahukan rencana kepulanggannya itu, padahal aku telah bersusah
payah mencarikan tiket pesawat untuknya.
”Mama minta aku
yang menemaninya saat pulang nanti”, jawabnya tegas.
”Sekarang aku
ingin seharian dengan kamu karena nanti kita 3 minggu tidak bertemu, ya kan?”,
lanjut nya lagi sambil memelukku dan mencium keningku. Hatiku sedih dengan
keputusannya, tapi tak boleh aku tunjukkan pada nya.
Bahagianya aku
dimanja dengan suami yang penuh dengan rasa sayang & cintanya walau
terkadang ia bersikap kurang adil terhadapku.
Aku hanya bisa
tersenyum saja, padahal aku ingin bersama Suamiku, tapi karena keluarganya
tidak menyukaiku hanya karena mereka cemburu padaku karena Suamiku sangat
sayang padaku.
Kemudian aku
memutuskan agar ia saja yg pergi dan kami juga harus berhemat dalam pengeluaran
anggaran rumah tangga kami.
Karena ini acara
sakral bagi keluarganya, jadi seluruh keluarganya harus komplit. Walaupun
begitu, aku pun tetap tak akan diperdulikan oleh keluarganya harus datang
ataupun tidak. Tidak hadir justru membuat mereka sangat senang dan aku pun tak
mau membuat riuh keluarga ini.
Malam sebelum
kepergiannya, aku menangis sambil membereskan keperluan yang akan dibawanya ke
Sabang, ia menatapku dan menghapus airmata yang jatuh dipipiku, lalu aku peluk
erat dirinya. Hati ini bergumam tak merelakan dia pergi seakan terjadi sesuatu,
tapi aku tidak tahu apa yang akan terjadi. Aku hanya bisa menangis karena akan
ditinggal pergi olehnya.
Aku tidak pernah
ditinggal pergi selama ini, karena kami selalu bersama-sama kemana pun ia
pergi.
Apa mungkin aku
sedih karena aku sendirian dan tidak memiliki teman, karena biasanya hanya
pembantu sajalah teman mengobrolku.
Hati ini sedih
akan di tinggal pergi olehnya.
Sampai keesokan
harinya, aku terus menangis.. menangisi kepergiannya. Aku tak tahu mengapa
sesedih ini, perasaanku tak enak, tapi aku tak boleh berburuk sangka. Aku harus
percaya apada suamiku. Dia pasti akan selalu menelponku.
***
Berjauhan dengan
suamiku, aku merasa sangat tidak nyaman, aku merasa sendiri. Untunglah aku
mempunyai kesibukan sebagai seorang aktivis, jadinya aku tak terlalu kesepian
ditinggal pergi ke Sabang.
Saat kami
berhubungan jarak jauh, komunikasi kami memburuk dan aku pun jatuh sakit.
Rahimku terasa sakit sekali seperti di lilit oleh tali. Tak tahan aku menahan
rasa sakit dirahimku ini, sampai-sampai aku mengalami pendarahan. Aku dilarikan
ke rumah sakit oleh adik laki-lakiku yang kebetulan menemaniku disana. Dokter
memvonis aku terkena kanker mulut rahim stadium 3.
Aku menangis.. apa
yang bisa aku banggakan lagi..
Mertuaku akan
semakin menghinaku, suamiku yang malang yang selalu berharap akan punya
keturunan dari rahimku.. namun aku tak bisa memberikannya keturunan. Dan
kemudian aku hanya bisa memeluk adikku.
Aku kangen pada
suamiku, aku selalu menunggu ia pulang dan bertanya-tanya, "kapankah ia
segera pulang?” aku tak tahu.
Sementara suamiku
disana, aku tidak tahu mengapa ia selalu marah-marah jika menelponku. Bagaimana
aku akan menceritakan kondisiku jika ia selalu marah-marah terhadapku..
Lebih baik aku
tutupi dulu tentang hal ini dan aku juga tak mau membuatnya khawatir selama ia
berada di Sabang.
Lebih baik nanti
saja ketika ia sudah pulang dari Sabang, aku akan cerita padanya. Setiap hari
aku menanti suamiku pulang, hari demi hari aku hitung…
Sudah 3 minggu
suamiku di Sabang, malam itu ketika aku sedang melihat foto-foto kami, ponselku
berbunyi menandakan ada sms yang masuk.
Kubuka di inbox
ponselku, ternyata dari suamiku yang sms.
Ia menulis,
"aku sudah beli tiket untuk pulang, aku pulangnya satu hari lagi, aku akan
kabarin lagi”.
Hanya itu saja
yang diinfokannya. Aku ingin marah, tapi aku pendam saja ego yang tidak baik
ini. Hari yg aku tunggu pun tiba, aku menantinya di rumah.
Sebagai seorang
istri, aku pun berdandan yang cantik dan memakai parfum kesukaannya untuk
menyambut suamiku pulang, dan nantinya aku juga akan menyelesaikan masalah
komunikasi kami yg buruk akhir-akhir ini.
Bel pun berbunyi,
kubukakan pintu untuknya dan ia pun mengucap salam. Sebelum masuk, aku pegang
tangannya kedepan teras namun ia tetap berdiri, aku membungkuk untuk melepaskan
sepatu, kaos kaki dan kucuci kedua kakinya, aku tak mau ada syaithan yang masuk
ke dalam rumah kami.
Setelah itu akupun
berdiri langsung mencium tangannya tapi apa reaksinya..
Masya Allah.. ia
tidak mencium keningku, ia hanya diam dan langsung naik keruangan atas,
kemudian mandi dan tidur tanpa bertanya kabarku..
Aku hanya
berpikir, mungkin dia capek. Aku pun segera merapikan bawaan nya sampai aku pun
tertidur. Malam menunjukkan 1/3 malam, mengingatkan aku pada tempat mengadu
yaitu Allah, Sang Maha Pencipta.
Biasa nya kami
selalu berjama’ah, tapi karena melihat nya tidur sangat pulas, aku tak tega
membangunkannya. Aku hanya mengelus wajahnya dan aku cium keningnya, lalu aku
sholat tahajud 8 rakaat plus witir 3 raka’at.
***
Aku mendengar
suara mobilnya, aku terbangun lalu aku melihat dirinya dari balkon kamar kami
yang bersiap-siap untuk pergi. Lalu aku memanggilnya tapi ia tak mendengar.
Kemudian aku ambil jilbabku dan aku berlari dari atas ke bawah tanpa
memperdulikan darah yg bercecer dari rahimku untuk mengejarnya tapi ia begitu
cepat pergi.
Aku merasa ada
yang aneh dengan suamiku. Ada apa dengan suamiku? Mengapa ia bersikap tidak
biasa terhadapku?
Aku tidak bisa
diam begitu saja, firasatku mengatakan ada sesuatu. Saat itu juga aku langsung
menelpon kerumah mertuaku dan kebetulan Dian yang mengangkat telponnya, aku
bercerita dan aku bertanya apa yang sedang terjadi dengan suamiku. Dengan
enteng ia menjawab, "Loe pikir aja sendiri!!!”. Telpon pun langsung
terputus.
Ada apa ini? Tanya
hatiku penuh dalam kecemasan. Mengapa suamiku berubah setelah ia kembali dari
kota kelahirannya. Mengapa ia tak mau berbicara padaku, apalagi memanjakan aku.
Semakin hari ia
menjadi orang yang pendiam, seakan ia telah melepas tanggung jawabnya sebagai
seorang suami. Kami hanya berbicara seperlunya saja, aku selalu diintrogasinya.
Selalu bertanya aku dari mana dan mengapa pulang terlambat dan ia bertanya
dengan nada yg keras. Suamiku telah berubah..
Bahkan yang
membuat ku kaget, aku pernah dituduhnya berzina dengan mantan pacarku. Ingin
rasanya aku menampar suamiku yang telah menuduhku serendah itu, tapi aku selalu
ingat.. sebagaimana pun salahnya seorang suami, status suami tetap di atas para
istri, itu pedoman yang aku pegang.
Aku hanya berdo’a
semoga suamiku sadar akan prilakunya.
Dua tahun berlalu,
suamiku tak kunjung berubah juga. Aku menangis setiap malam, lelah menanti
seperti ini, kami seperti orang asing yang baru saja berkenalan.
Kemesraan yang
kami ciptakan dulu telah sirna. Walaupun kondisinya tetap seperti itu, aku
tetap merawatnya & menyiakan segala yang ia perlukan. Penyakitkupun masih
aku simpan dengan baik dan sekalipun ia tak pernah bertanya perihal obat apa
yang aku minum. Kebahagiaan ku telah sirna, harapan menjadi ibu pun telah aku
pendam. Aku tak tahu kapan ini semua akan berakhir.
Bersyukurlah.. aku
punya penghasilan sendiri dari aktifitasku sebagai seorang guru ngaji, jadi aku
tak perlu meminta uang padanya hanya untuk pengobatan kankerku. Aku pun hanya
berobat semampuku.
Sungguh.. suami
yang dulu aku puja dan aku banggakan, sekarang telah menjadi orang asing
bagiku, setiap aku bertanya ia selalu menyuruhku untuk berpikir sendiri.
Tiba-tiba saja malam itu setelah makan malam usai, suamiku memanggilku.
"Ya, ada apa
Yah!” sahutku dengan memanggil nama kesayangannya "Ayah”.
"Lusa kita
siap-siap ke Sabang ya.” Jawabnya tegas.
"Ada apa?
Mengapa?”, sahutku penuh dengan keheranan.
Astaghfirullah..
suami ku yang dulu lembut tiba-tiba saja menjadi kasar, dia membentakku.
Sehingga tak ada lagi kelanjutan diskusi antara kami.
Dia mengatakan
”Kau ikut saja jangan banyak tanya!!”
Lalu aku pun
bersegera mengemasi barang-barang yang akan dibawa ke Sabang sambil menangis,
sedih karena suamiku kini tak ku kenal lagi.
Lima tahun kami
menikah dan sudah 2 tahun pula ia menjadi orang asing buatku. Ku lihat kamar
kami yg dulu hangat penuh cinta yang dihiasi foto pernikahan kami, sekarang
menjadi dingin.. sangat dingin dari batu es. Aku menangis dengan kebingungan
ini. Ingin rasanya aku berontak berteriak, tapi aku tak bisa.
Suamiku tak suka
dengan wanita yang kasar, ngomong dengan nada tinggi, suka membanting
barang-barang. Dia bilang perbuatan itu menunjukkan sikap ketidakhormatan
kepadanya. Aku hanya bisa bersabar menantinya bicara dan sabar mengobati
penyakitku ini, dalam kesendirianku..
***
Kami telah sampai
di Sabang, aku masih merasa lelah karena semalaman aku tidak tidur karena terus
berpikir. Keluarga besarnya juga telah berkumpul disana, termasuk ibu &
adik-adiknya. Aku tidak tahu ada acara apa ini..
Aku dan suamiku
pun masuk ke kamar kami. Suamiku tak betah didalam kamar tua itu, ia pun
langsung keluar bergabung dengan keluarga besarnya.
Baru saja aku
membongkar koper kami dan ingin memasukkannya ke dalam lemari tua yg berada di
dekat pintu kamar, lemari tua yang telah ada sebelum suamiku lahir, tiba-tiba
Tante Lia, tante yang sangat baik padaku memanggil ku untuk bersegera berkumpul
diruang tengah, aku pun menuju ke ruang keluarga yang berada ditengah rumah
besar itu, yang tampak seperti rumah zaman peninggalan belanda.
Kemudian aku duduk
disamping suamiku, dan suamiku menunduk penuh dengan kebisuan, aku tak berani
bertanya padanya.
Tiba-tiba saja
neneknya, orang yang dianggap paling tua dan paling berhak atas semuanya,
membuka pembicaraan.
"Baiklah,
karena kalian telah berkumpul, nenek ingin bicara dengan kau Fisha”. Neneknya
berbicara sangat tegas, dengan sorot mata yang tajam.
”Ada apa ya Nek?”
sahutku dengan penuh tanya..
Nenek pun
menjawab, "Kau telah bergabung dengan keluarga kami hampir 8 tahun, sampai
saat ini kami tak melihat tanda-tanda kehamilan yang sempurna sebab selama ini
kau selalu keguguran!!".
Aku menangis..
untuk inikah aku diundang kemari? Untuk dihina ataukah dipisahkan dengan
suamiku?
"Sebenarnya
kami sudah punya calon untuk Fikri, dari dulu.. sebelum kau menikah dengannya.
Tapi Fikri anak yang keras kepala, tak mau di atur,dan akhirnya menikahlah ia
dengan kau.” Neneknya berbicara sangat lantang, mungkin logat orang Sabang
seperti itu semua.
Aku hanya bisa
tersenyum dan melihat wajah suamiku yang kosong matanya.
"Dan aku
dengar dari ibu mertuamu kau pun sudah berkenalan dengannya”, neneknya masih
melanjutkan pembicaraan itu.
Sedangkan suamiku
hanya terdiam saja, tapi aku lihat air matanya. Ingin aku peluk suamiku agar ia
kuat dengan semua ini, tapi aku tak punya keberanian itu.
Neneknya masih
saja berbicara panjang lebar dan yang terakhir dari ucapannya dengan mimik
wajah yang sangat menantang kemudian berkata, "kau maunya gimana? kau
dimadu atau diceraikan?"
MasyaAllah..
kuatkan hati ini.. aku ingin jatuh pingsan. Hati ini seakan remuk mendengarnya,
hancur hatiku. Mengapa keluarganya bersikap seperti ini terhadapku..
Aku selalu
munutupi masalah ini dari kedua orang tuaku yang tinggal di pulau kayu, mereka
mengira aku sangat bahagia 2 tahun belakangan ini.
"Fish,
jawab!.” Dengan tegas Ibunya langsung memintaku untuk menjawab.
Aku langsung
memegang tangan suamiku. Dengan tangan yang dingin dan gemetar aku menjawab
dengan tegas.
Walaupun aku tidak
bisa berdiskusi dulu dengan imamku, tapi aku dapat berdiskusi dengannya melalui
bathiniah.
‘’Untuk kebaikan
dan masa depan keluarga ini, aku akan menyambut baik seorang wanita baru
dirumah kami..”
Itu yang aku
jawab, dengan kata lain aku rela cintaku dibagi. Dan pada saat itu juga suamiku
memandangku dengan tetesan air mata, tapi air mataku tak sedikit pun menetes di
hadapan mereka.
Aku lalu bertanya
kepada suamiku, "Ayah siapakah yang akan menjadi sahabatku dirumah kita
nanti, yah?”
Suamiku menjawab,
”Dia Desi!”
Aku pun langsung
menarik napas dan langsung berbicara, ”Kapan pernikahannya berlangsung? Apa
yang harus saya siapkan dalam pernikahan ini Nek?.”
Ayah mertuaku
menjawab, "Pernikahannya 2 minggu lagi.”
”Baiklah kalo
begitu saya akan menelpon pembantu di rumah, untuk menyuruhnya mengurus KK kami
ke kelurahan besok”, setelah berbicara seperti itu aku permisi untuk pamit ke
kamar.
Tak tahan lagi..
air mata ini akan turun, aku berjalan sangat cepat, aku buka pintu kamar dan
aku langsung duduk di tempat tidur. Ingin berteriak, tapi aku sendiri disini.
Tak kuat rasanya menerima hal ini, cintaku telah dibagi. Sakit. Diiringi
akutnya penyakitku..
Apakah karena ini
suamiku menjadi orang yang asing selama 2 tahun belakangan ini?
Aku berjalan
menuju ke meja rias, kubuka jilbabku, aku bercermin sambil bertanya-tanya,
"sudah tidak cantikkah aku ini?"
Ku ambil sisirku,
aku menyisiri rambutku yang setiap hari rontok. Kulihat wajahku, ternyata aku
memang sudah tidak cantik lagi, rambutku sudah hampir habis.. kepalaku sudah
botak dibagian tengahnya.
Tiba-tiba pintu
kamar ini terbuka, ternyata suamiku yang datang, ia berdiri dibelakangku. Tak
kuhapus air mata ini, aku bersegera memandangnya dari cermin meja rias itu.
Kami diam sejenak,
lalu aku mulai pembicaraan, "terima kasih ayah, kamu memberi sahabat
kepada ku. Jadi aku tak perlu sedih lagi saat ditinggal pergi kamu nanti! Iya
kan?.”
Suamiku mengangguk
sambil melihat kepalaku tapi tak sedikitpun ia tersenyum dan bertanya kenapa
rambutku rontok, dia hanya mengatakan jangan salah memakai shampo.
Dalam hatiku
bertanya, "mengapa ia sangat cuek?” dan ia sudah tak memanjakanku lagi.
Lalu dia berkata, "sudah malam, kita istirahat yuk!"
"Aku sholat
isya dulu baru aku tidur”, jawabku tenang.
Dalam sholat dan
dalam tidur aku menangis. Ku hitung mundur waktu, kapan aku akan berbagi suami
dengannya. Aku pun ikut sibuk mengurusi pernikahan suamiku.
Aku tak tahu kalau
Desi orang Sabang juga. Sudahlah, ini mungkin takdirku. Aku ingin suamiku kembali
seperti dulu, yang sangat memanjakan aku atas rasa sayang dan cintanya
itu..Malam sebelum hari pernikahan suamiku, aku menulis curahan hatiku di
laptopku.
Di laptop aku
menulis saat-saat terakhirku melihat suamiku, aku marah pada suamiku yang telah
menelantarkanku. Aku menangis melihat suamiku yang sedang tidur pulas, apa
salahku? sampai ia berlaku sekejam itu kepadaku. Aku
save di mydocument
yang bertitle "Aku Mencintaimu Suamiku.”
Hari pernikahan
telah tiba, aku telah siap, tapi aku tak sanggup untuk keluar. Aku berdiri
didekat jendela, aku melihat matahari, karena mungkin saja aku takkan bisa
melihat sinarnya lagi. Aku berdiri sangat lama.. lalu suamiku yang telah siap
dengan pakaian pengantinnya masuk dan berbicara padaku.
"Apakah kamu
sudah siap?”
Kuhapus airmata
yang menetes diwajahku sambil berkata :
"Nanti jika
ia telah sah jadi istrimu, ketika kamu membawa ia masuk kedalam rumah ini,
cucilah kakinya sebagaimana kamu mencuci kakiku dulu, lalu ketika kalian masuk
ke dalam kamar pengantin bacakan do’a di ubun-ubunnya sebagaimana yang kamu
lakukan padaku dulu. Lalu setelah itu..”, perkataanku terhenti karena tak
sanggup aku meneruskan pembicaraan itu, aku ingin menagis meledak.
Tiba-tiba suamiku
menjawab "Lalu apa Bunda?”
Aku kaget
mendengar kata itu, yang tadinya aku menunduk seketika aku langsung menatapnya
dengan mata yang berbinar-binar…
"Bisa kamu
ulangi apa yang kamu ucapkan barusan?”, pintaku tuk menyakini bahwa kuping ini
tidak salah mendengar.
Dia mengangguk dan
berkata, ”Baik bunda akan ayah ulangi, lalu apa bunda?”, sambil ia mengelus
wajah dan menghapus airmataku, dia agak sedikit membungkuk karena dia sangat
tinggi, aku hanya sedadanya saja.
Dia tersenyum
sambil berkata, ”Kita lihat saja nanti ya!”. Dia memelukku dan berkata,
"bunda adalah wanita yang paling kuat yang ayah temui selain mama”..
Kemudian ia
mencium keningku, aku langsung memeluknya erat dan berkata, "Ayah, apakah
ini akan segera berakhir? Ayah kemana saja? Mengapa Ayah berubah? Aku kangen
sama Ayah? Aku kangen belaian kasih sayang Ayah? Aku kangen dengan manjanya
Ayah? Aku kesepian Ayah? Dan satu hal lagi yang harus Ayah tau, bahwa aku tidak
pernah berzinah! Dulu.. waktu awal kita pacaran, aku memang belum bisa
melupakannya, setelah 4 bulan bersama Ayah baru bisa aku terima, jika yang
dihadapanku itu adalah lelaki yang aku cari. Bukan berarti aku pernah berzina
Ayah.” Aku langsung bersujud di kakinya dan muncium kaki imamku sambil berkata,
”Aku minta maaf Ayah, telah membuatmu susah”.
Saat itu juga,
diangkatnya badanku.. ia hanya menangis.
Ia memelukku
sangat lama, 2 tahun aku menanti dirinya kembali. Tiba-tiba perutku sakit, ia
menyadari bahwa ada yang tidak beres denganku dan ia bertanya, ”bunda baik-baik
saja kan?” tanyanya dengan penuh khawatir.
Aku pun menjawab,
"bisa memeluk dan melihat kamu kembali seperti dulu itu sudah mebuatku
baik, Yah. Aku hanya tak bisa bicara sekarang". Karena dia akan menikah.
Aku tak mau membuat dia khawatir. Dia harus khusyu menjalani acara prosesi akad
nikah tersebut.Setelah tiba dimasjid, ijab-qabul pun dimulai. Aku duduk diseberang
suamiku.
Aku melihat
suamiku duduk berdampingan dengan perempuan itu, membuat hati ini cemburu,
ingin berteriak mengatakan, "Ayah jangan!!”, tapi aku ingat akan
kondisiku.
Jantung ini
berdebar kencang saat mendengar ijab-qabul tersebut. Begitu ijab-qabul selesai,
aku menarik napas panjang. Tante Lia, tante yang baik itu, memelukku.. Dalam
hati aku berusaha untuk menguatkan hati ini. Ya… aku kuat.
Tak sanggup aku
melihat mereka duduk bersanding dipelaminan. Orang-orang yang hadir di acara
resepsi itu iba melihatku, mereka melihatku dengan tatapan sangat aneh, mungkin
melihat wajahku yang selalu tersenyum, tapi dibalik itu.. hatiku menangis.
Sampai dirumah,
suamiku langsung masuk ke dalam rumah begitu saja. Tak mencuci kakinya. Aku
sangat heran dengan perilakunya. Apa iya, dia tidak suka dengan pernikahan ini?
Sementara itu Desi
disambut hangat di dalam keluarga suamiku, tak seperti aku dahulu, yang di
musuhi.
Malam ini aku tak
bisa tidur, bagaimana bisa? Suamiku akan tidur dengan perempuan yang sangat aku
cemburui. Aku tak tahu apa yang sedang mereka lakukan didalam sana.
Sepertiga malam
pada saat aku ingin sholat lail aku keluar untuk berwudhu, lalu aku melihat ada
lelaki yang mirip suamiku tidur disofa ruang tengah. Kudekati lalu kulihat.
Masya Allah.. suamiku tak tidur dengan wanita itu, ia ternyata tidur disofa,
aku duduk disofa itu sambil menghelus wajahnya yang lelah, tiba-tiba ia
memegang tangan kiriku, tentu saja aku kaget.
"Kamu datang
ke sini, aku pun tahu”, ia berkata seperti itu. Aku tersenyum dan megajaknya
sholat lail. Setelah sholat lail ia berkata, "maafkan aku, aku tak boleh
menyakitimu, kamu menderita karena ego nya aku. Besok kita pulang ke Jakarta,
biar Desi pulang dengan mama, papa dan juga adik-adikku”
Aku menatapnya
dengan penuh keheranan. Tapi ia langsung mengajakku untuk istirahat. Saat tidur
ia memelukku sangat erat. Aku tersenyum saja, sudah lama ini tidak terjadi. Ya
Allah.. apakah Engkau akan menyuruh malaikat maut untuk mengambil nyawaku
sekarang ini, karena aku telah merasakan kehadirannya saat ini. Tapi.. masih
bisakah engkau ijinkan aku untuk merasakan kehangatan dari suamiku yang telah
hilang selama 2 tahun ini..
Suamiku berbisik,
"Bunda kok kurus?”
Aku menangis dalam
kebisuan. Pelukannya masih bisa aku rasakan.
Aku pun berkata,
"Ayah kenapa tidak tidur dengan Desi?”
”Aku kangen sama
kamu Bunda, aku tak mau menyakitimu lagi. Kamu sudah sering terluka oleh
sikapku yang egois.” Dengan lembut suamiku menjawab seperti itu.
Lalu suamiku
berkata, ”Bun, Ayah minta maaf telah menelantarkan bunda.. Selama ayah di
Sabang, ayah dengar kalau bunda tidak tulus mencintai ayah, bunda seperti
mengejar sesuatu, seperti mengejar harta ayah dan satu lagi.. ayah pernah
melihat sms bunda dengan mantan pacar bunda dimana isinya kalau bunda gak mau
berbuat "seperti itu” dan tulisan seperti itu diberi tanda kutip
("seperti itu”). Ayah ingin ngomong tapi takut bunda tersinggung dan ayah
berpikir kalau bunda pernah tidur dengannya sebelum bunda bertemu ayah, terus
ayah dimarahi oleh keluarga ayah karena ayah terlalu memanjakan bunda..”
Hati ini sakit
ketika difitnah oleh suamiku, ketika tidak ada kepercayaan di dirinya, hanya
karena omongan keluarganya yang tidak pernah melihat betapa tulusnya aku
mencintai pasangan seumur hidupku ini.
Aku hanya
menjawab, "Aku sudah ceritakan itu kan Yah.. Aku tidak pernah berzinah dan
aku mencintaimu setulus hatiku, jika aku hanya mengejar hartamu, mengapa aku
memilih kamu? Padahal banyak lelaki yang lebih mapan darimu waktu itu Yah..
Jika aku hanya mengejar hartamu, aku tak mungkin setiap hari menangis karena
menderita mencintaimu.."
Entah aku harus
bahagia atau aku harus sedih karena sahabatku sendirian dikamar pengantin itu.
Malam itu, aku menyelesaikan masalahku dengan suamiku dan berusaha memaafkannya
beserta sikap keluarganya juga.
Karena aku tak mau
mati dalam hati yang penuh dengan rasa benci.
Keesokan harinya…
Ketika aku ingin
terbangun untuk mengambil wudhu, kepalaku pusing, rahimku sakit sekali.. aku
mengalami pendarahan dan suamiku kaget bukan main, ia langsung menggendongku.
Aku pun dilarikan
ke rumah sakit..
Dari kejauhan aku
mendengar suara zikir suamiku..
Aku merasakan
tanganku basah..
Ketika kubuka mata
ini, kulihat wajah suamiku penuh dengan rasa kekhawatiran.
Ia menggenggam
tanganku dengan erat.. Dan mengatakan, ”Bunda, Ayah minta maaf…”
Berkali-kali ia
mengucapkan hal itu. Dalam hatiku, apa ia tahu apa yang terjadi padaku?
Aku berkata dengan
suara yang lirih, ”Yah, bunda ingin pulang.. bunda ingin bertemu kedua orang
tua bunda, anterin bunda kesana ya, Yah..”
"Ayah jangan
berubah lagi ya! Janji ya, Yah… !!! Bunda sayang banget sama Ayah.”
Tiba-tiba saja
kakiku sakit sangat sakit, sakitnya semakin keatas, kakiku sudah tak bisa
bergerak lagi.. aku tak kuat lagi memegang tangan suamiku. Kulihat wajahnya
yang tampan, berlinang air mata.
Sebelum mata ini
tertutup, kulafazkan kalimat syahadat dan ditutup dengan kalimat tahlil.
Aku bahagia
melihat suamiku punya pengganti diriku..
Aku bahagia selalu
melayaninya dalam suka dan duka..
Menemaninya dalam
ketika ia mengalami kesulitan dari kami pacaran sampai kami menikah.
Aku bahagia
bersuamikan dia. Dia adalah nafasku.
Untuk Ibu mertuaku
: "Maafkan aku telah hadir didalam kehidupan anakmu sampai aku hidup
didalam hati anakmu. Ketahuilah Ma.. dari dulu aku selalu berdo’a agar Mama
merestui hubungan kami.
Mengapa engkau
fitnah diriku didepan suamiku, apa engkau punya buktinya Ma?
Mengapa engkau
sangat cemburu padaku Ma?
Fikri tetap
milikmu Ma, aku tak pernah menyuruhnya untuk durhaka kepadamu, dari dulu aku
selalu mengerti apa yang kamu inginkan dari anakmu, tapi mengapa kau benci
diriku.. Dengan Desi kau sangat baik tetapi denganku menantumu kau bersikap
sebaliknya..”
Setelah ku buka
laptop, kubaca curhatan istriku.
==========================
========================== =
Ayah, mengapa keluargamu sangat membenciku?
Aku dihina oleh mereka ayah..
Mengapa mereka bisa baik terhadapku pada saat
ada dirimu?
Pernah suatu ketika aku bertemu Dian di jalan,
aku menegurnya karena dia adik iparku tapi aku disambut dengan wajah
ketidaksukaannya. Sangat terlihat Ayah..
Tapi ketika engkau bersamaku, Dian sangat baik,
sangat manis dan ia memanggilku dengan panggilan yang sangat menghormatiku.
Mengapa seperti itu ayah ?
Aku tak bisa berbicara tentang ini padamu,
karena aku tahu kamu pasti membela adikmu, tak ada gunanya Yah..
Aku diusir dari rumah sakit.
Aku tak boleh merawat suamiku.
Aku cemburu pada Desi yang sangat akrab dengan
mertuaku.
Tiap hari ia datang ke rumah sakit bersama
mertuaku.
Aku sangat marah..
Jika aku membicarakan hal ini pada suamiku, ia
akan pasti membela Desi dan
ibunya..
Aku tak mau sakit hati lagi..
Ya Allah kuatkan aku, maafkan aku..
Engkau Maha Adil..
Berilah keadilan ini padaku, Ya Allah..
Ayah sudah berubah, ayah sudah tak sayang lagi
pada ku..
Aku berusaha untuk mandiri ayah, aku tak akan
bermanja-manja lagi padamu..
Aku kuat ayah dalam kesakitan ini..
Lihatlah ayah, aku kuat walaupun penyakit kanker
ini terus menyerangku..
Aku bisa melakukan ini semua sendiri ayah..
Besok suamiku akan menikah dengan perempuan itu.
Perempuan yang aku benci, yang aku cemburui, tapi aku tak boleh egois, ini
untuk kebahagian keluarga suamiku. Aku harus sadar diri.
Ayah, sebenarnya aku tak mau diduakan olehmu..
Mengapa harus Desi yang menjadi sahabatku?
Ayah.. aku masih tak rela..
Tapi aku harus ikhlas menerimanya.
Pagi nanti suamiku melangsungkan pernikahan
keduanya. Semoga saja aku masih punya waktu untuk melihatnya tersenyum untukku.
Aku ingin sekali merasakan kasih sayangnya yang terakhir. Sebelum ajal ini
menjemputku.
''Ayah.. aku kangen Ayah..''
========================== ======================== ===
’’Dan kini aku telah membawamu ke orang tuamu,
Bunda..
Aku akan mengunjungimu sebulan sekali bersama
Desi di Pulau Kayu ini.
Aku akan selalu membawakanmu bunga mawar yang
berwana pink yang mencerminkan keceriaan hatimu yang sakit tertusuk duri.’’
Bunda tetap cantik, selalu tersenyum disaat
tidur..
Bunda akan selalu hidup dihati ayah..
Bunda.. Desi tak sepertimu, yang tidak pernah
marah..
Desi sangat berbeda denganmu, ia tak pernah
membersihkan telingaku, rambutku tak pernah di creambathnya, kakiku pun tak
pernah dicucinya.
Ayah menyesal telah menelantarkanmu selama 2
tahun, kamu sakit pun aku tak perduli, hidup dalam kesendirianmu..
Seandainya Ayah tak menelantarkan Bunda, mungkin
Ayah masih bisa tidur dengan belaian tangan Bunda yang halus..
Sekarang Ayah sadar, bahwa ayah sangat
membutuhkan bunda..
Bunda.. kamu wanita yang paling tegar yang
pernah kutemui..
Aku menyesal telah asik dalam ke-egoanku..
Bunda.. maafkan aku.. Bunda tidur tetap manis.
Senyum manjamu terlihat di tidurmu yang panjang..
’’Maafkan aku, tak bisa bersikap adil dan
membahagiakanmu, aku selalu meng-iyakan apa kata ibuku, karena aku takut
menjadi anak durhaka.
Maafkan aku ketika kau di fitnah oleh
keluargaku, aku percaya begitu saja..
Apakah Bunda akan mendapat pengganti ayah di
surga sana?
Apakah Bunda tetap menanti ayah disana? Tetap
setia dialam sana?
Tunggulah Ayah disana Bunda..
Bisakan? Seperti Bunda menunggu ayah di sini..
Aku mohon..
’’Ayah Sayang Bunda…."
(Hermawan Soediro)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar