Yahudi, Kristen, Islam: Tiga Agama Samawi Berbagi Sejarah dan Teologi
Tiga agama Yahudi, Nasrani dan Islam
banyak memiliki kesamaan. Yahudi sebagai pionir hadirnya agama yang
dimulai oleh ajaran Abraham - atau Ibrahim dalam bahasa Arab. Ajaran
yang diyakini berasal dari Ibrahim diyakini sebagai pilar agama Yahudi.
Yahudi menjadikan Musa sebagai tonggak dalam menjalankan iman. Lalu Isa
dijadikan oleh Nasrani sebagai panutan bagi pengikut Nasrani. Lalu
belakangan Islam datang dengan Muhammad sebagai rasul untuk melengkapi
dan menyempurnakan keyakinan dan kepercayaan masa lalu. Sumbernya sama:
Abraham sebagai Bapak Monoteisme.
Kedatangan Islam sebagai kepercayaan
baru tidak serta merta membuat kepercayaan lama hilang begitu saja.
Penganut Yahudi dan Nasrani yang lebih dulu hadir tidak serta merta
musnah dengan kedatangan Islam. Hal sama terjadi ketika penganut Yahudi
tidak serta merta berpindah menjadi penganut Nasrani begitu kabar
tentang Yesus atau Isa datang.
Nabi Muhammad adalah satu-satunya orang
yang mampu melahirkan konsep keagamaan, kenegaraan dan langsung
mempraktekkannya. Negara Madinah adalah contoh kekuasaan politik Islam
yang sangat tangguh dan adil dan beradab. Dalam masa hidup Muhammad
belum ada seorang pencuri pun yang dipotong tangannya. Kekuasaan politik
Muhammad menjadi demikian kuat yang pada akhirnya mengambil sikap
berseberangan dengan Yahudi dan Nasrani dalam hal kiblat. Allah menyuruh
arah kiblat beralih dari Yerusalem ke Makkah.
Cerita tentang politik dan kekuasaan
yang berseberangan dengan agama terjadi pada saat kedatangan Yesus.
Tanah Israel pada saat itu dikuasai oleh Imperium Romawi. Karena takut
kekuasaan tergerus oleh pengaruh kuat Yesus di dalam masyarakat - maka
kedatangan Yesus pun secara politik dimusuhi. Bahkan orang Yahudi
sendiri menolak orang Yahudi paling besar dalam sejarah orang Yahudi -
Yesus, sebagai pemimpinnya. Mereka tetap menjadikan Musa sebagai
Pembebas dan inspirasi ke-Yahudi-an dan kepercayaan kepada Tuhan.
Langkah-langkah politik - pada akhirnya
Islam dimanfaatkan sebagai kekuatan politik - diambil alih oleh Muawiyah
sepeninggal Khalifah Ali. Itulah awal ekspansi besar-besaran Islam ke
Barat dan Timur yang lebih jauh. Pada zaman Rasullullah sebagai
penguasa, kepala Negara, sifat ekspansinya sungguh elok. Kekuatan Islam
digunakan untuk menguasai dan syi’ar Islam dengan tidak melakukan
pengrurasakan. Cerita tentang penaklukan Mesir dan beberapa wilayah di
Jazirah Arabia pada zaman Rasullullah sungguh menginspirasi.
Kekuatan Islam yang pada saat itu telah
besar, tidak digunakan sebagai kekuatan yang menakutkan. Diplomasi
dilakukan untuk syi’ar Islam, dengan misalnya mengirimkan surat kepada
penguasa-penguasa, raja-raja di sekitar Jazirah Arabia dan Timur Tengah.
Dalam syi’ar Islam itu, Muhammad tidak
menafikan eksistensi agama dan umat lain. Tidak ada pembasmian dan
pembantaian. Ingat bagaimana Islam yang telah kuat ketika menaklukkan
Makkah tidak melakukan bumi hangus. Tawanan perang pun diperlakukan
manusiawi. Juga hegemoni dan sejarah tidak membuat Muhammad menjadikan
Makkah sebagai pusat kekuasaannya. Sebagai simbol kemenangan dan balas
dendam karena Muhammad pernah diusir dari Makkah. Muhammad memilih tidak
mempermalukan penduduk Makkah dan secara simpatik tetap menjadikan
Yathrib atau Madinah sebagai pusat kekuasaan politik-religius Muhammad.
Hal ini juga menunjukkan sifat Muhammad yang menghargai dan tidak hendak
melukai sumbangan dan kontribusi penduduk Madinah atau Yathrib yang
telah menerima dan membantu Muhammad pada saat awal lahirnya Islam.
Kepribadian Muhammad yang brilian ini
juga dipraktekkan dalam Negara Madinah. Yahudi dan Nasrani tetap
dibiarkan hidup. Gereja dan Sinagog sebagai tempat ibadah bagi Nasrani
dan Yahudi diyakini ada di Madinah. Para penganut Yahudi dan Nasrani
bergaul dan berdagang dengan para penganut Islam. Namun sepeninggal
Muhammad semuanya tercerai berai. Ajaran koeksistensi tetap dipegang
oleh sebagian penganut Islam.
Ayat-ayat yang mengacu pada koeksistensi
tentang misalnya diperbolehkan seorang pria Muslim menikahi ahlul
kitab. Timbul intepretasi bahwa yang disebut ahlul kitab hanya penganut
ajaran Kristen mula-mula. Sebagian lagi beranggapan yang dimaksud ahlul
kitab adalah penganut Nasrani, dengan alasan Al Qur’an berlaku permanen;
tidak ada nasih dan mansuh dalam Al Qur’an. Terlepas dari penafsiran
ini, Rasullullah SAW mengantisipasi pergesekan ini dengan mengatur
keluarnya ayat untuk kemungkinan kehidupan bermasyarakat. Intinya
Muhammad mengajarkan koeksistensi dan toleransi yang kuat pada pemeluk
agama lain.
Demikian pula ayat-ayat yang
menyampaikan tentang Yahudi dan Nasrani sebagai musuh yang nyata tidak
dipahami seragam sebagai petunjuk membasmi mereka. Buktinya? Kenapa
Muhammad membiarkan Yahudi, Majusi dan Nasrani hidup di Madinah, di
jantung kekuasaan Muhammad.
Bahkan Muhammad pun mengajarkan untuk
menghargai kitab-kitab Zabur (Taurat) dan Alkitab (Injil) sebagai
kitab-kitab yang harus dipercayai, juga nabi-nabi Yahudi dan Isa pun
wajib diyakini sebagai nabiyullah dalam kepercayaan Islam. Sungguh luar
biasa Muhammad menempatkan Yahudi dan Nasrani dalam koeksistensi dengan
Islam yang pada saat itu sangat kuat.
Ada persamaan nama Tuhan Yang Maha Esa
antara Nasrani dan Islam di mana Nasrani yang datang terlebih dahulu
sebelum Islam, menyebut Tuhan sebagai Allah. Bahkan orang-orang sebelum
Islam pun di Arabia menyebut Tuhan: Allah. Yahudi tidak mempunyai nama
pemanggilan yang baku. Yahwe, YHWE, Yahova dan sebagainya. Yahudi
memandang Tuhan sebagai diskursus yang bebas dan tidak dibatasi.
Pembatas diskusrus tentang Tuhan bagi
penganut Yahudi adalah: Tuhan tidak bisa digambarkan dalam bentuk apapun
dan setiap orang Yahudi bisa mengintepretasikan tentang Tuhan sesuai
dengan kemampuannya mencerna Tuhan yang diyakini oleh orang Yahudi
sebagai entitas yang tak terjangkau oleh akal pikiran manusia. Nah,
pemahaman yang sangat luas dan dalam ini sangat mirip dengan kalangan
penganut tasawuf dalam Islam - yang banyak mengidentifikasi Allah hanya
melalui sifat-sifat Allah yang 99 itu.
So, mari kita lihat kesamaan dan sejarah
indah bagaimana ketiga agama besar ini bahkan berbagi Jerusalem sebagai
Kota suci. Kota suci bagi ketiga agama besar dunia. Yahudi - penganut
Yahudi yang kurang dari 15 juta jiwa - memengaruhi perekonomian dunia,
yang perlahan digeser China. Nasrani sebagai salah satu agama terbesar
di Dunia jelas berpengaruh. Islam adalah agama paling cepat
berkembangnya di dunia.
Nah, rupanya sejak awal Muhammad SAW
telah meletakkan dasar toleransi dan koeksistensi dalam kehidupan sosial
dan keagamaan dengan Yahudi dan Nasrani. Nyatanya dalam sejarahnya
Yahudi, Kristen dan Islam harus berbagi dan bukan saling memusnahkan.
Yerusalem adalah simbol abadi eksistensi Yahudi, Kristen dan Islam.
Tidak ada perintah dari Islam, Yahudi dan Nasrani untuk saling
menghancurkan pemeluk dan agama lain. Islam sebagai kekuatan terakhir
penentu juga memberi pesan: Agamaku agamaku, agamamu agamamu! Lakum
dinukum waliyaddien! Damailah di jiwa, damai di hati dan damai di Bumi.
Semoga!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar