MENYIKAPI PAHAM PLURALISME AGAMA
Semua agama sama.
Semua menuju jalan kebenaran.
Jadi, Islam bukan yang paling benar.
Bagaimana
komentar Anda apabila disodorkan sebuah kalimat seperti itu? Apakah
Anda mengiyakannya? Membantahnya? Ataukah Anda hanya diam saja?
Kalimat
di atas adalah paham orang-orang yang mengusung paham Liberal,
menyebarkan paham pluralisme agama. Mereka itu tidak lain adalah
orang-orang yang mengaduk-adukan Akidah Islam. Yang mereka pakai justru
paham-paham di luar Islam lalu dicampur aduk dengan paham tasauf sesat
yang merusak Islam. Ada keracunan paham dipertemukan dengan keracunan
paham yang lainnya, sehingga terbentuklah keracunan yang baru, yaitu
pluralisme agama model JIL.
Para pengusung paham Liberal membuat reka-rekaan, bahwa kedatangan Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam selaku
utusan Allah Ta’ala tidak untuk menghapus agama-agama sebelumya, namun
hanya menyempurnakan. Ujung-ujungnya hanyalah menjadi miqollid
(pembebek) paham rusak Ibnu Arabi, yaitu Wihdatul Adyan, karena
datangnya dari Allah, itulah paham liberal yang pengusung paham
pluralisme agama yang menyamakan semua agama.
Dengan
demikian inilah “Akidah yang berbeda, yang mengusung akidah rusak
berupa paham pluralisme agama, menyamakan Islam dengan agama-agama
lain.” Dan anehnya, orang-orang berpaham pluralisme agama itu masih
mengaku dirinya Islam, walau diembel-embel menjadi liberal. Padahal
pahamnya itu sendiri mengandung penafian Islam, memadamkan Islam dan
sekaligus menghancurkan Islam secara perlahan-lahan. Maka antek-antek
Yahudi dan Nasrani yang mengaku Muslim tidak rela apabila Islam masih
utuh seperti apa adanya. Mereka berupaya keras demi mengikuti kemauan
bossnya, maka dipreteli dan dikelupaslah Islam ini, sehingga lepas
satu-persatu, tidak tersisa lagi. Hingga Islam tinggal namanya, Alquran
tinggal gambar da hurufnya.
Terkadang,
banyak manusia terlena tapi tidak menyadari bahwa dirinya terlena, atau
ia bodoh tapi tidak menyadari bahwa dirinya bodoh, atau bahkan ia
tersesat dan menyesatkan tapi tidak menyadari bahwa dirinya tersesat dan
menyesatkan, karena barangkali memang demikian Allah telah mengunci
mati penglihatan, pendengaran, dan hatinya.
Mereka
mengerti dan memahami tentang suatu kebenaran, tapi ia tidak mau
mengikutinya. Meraka mengerti dan memahami tentang suatu larangan, tapi
meraka juga tidak mau menghidarkannya. Padahal sesungguhnya ia bisa dan
mampu untuk itu. Meraka cenderung menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhan
dan ilmunya sebagai hiyasan dan kebanggaan untuk mancari pujiaan dan
popularitas dalam kehidupan dunia belaka. Maka yang demikian inilah,
pertanda sebuah petaka yang sangat berbahaya bagi umat manusia telah
mengancam.
Memang,
tidak ada siapa pun yang berhak melarang seseorang untuk berbicara atau
berpikir, asalkan perkataan atau pikiran itu adalah bagian dari hak
asasi atau paling tidak, itu adalah merupakan potensi yang harus
dihargai. Namun jika sebaliknya; perkataan dan pikiran itu membahayakan
orang lain, cenderung menyelewengkan dan melecehkan ayat-ayat Alquran
dan Sunnah-sunnah Rasulullah, menghujat para ulama, memutar balikan
fakta dan dalil, maka ini bukan lagi hak asasi atau potensi yang harus
dihormati, tetapi adalah sebuah kezhaliman dan penghinaan yang harus
dicegah dan dimusnahkan. Apalagi kalau hal itu dipasarkan dan diobralkan
laksana dagangan murahan yang tidak diharapkan darinya, kecuali hanya
keuntungan materi yang tidak menyenangkan.
Maka
diperlukan sikap kritis dan objektif dalam memandang suatu pemikiran
atau paham tertentu, terutama yang sudah sering disoroti sebagai sesat,
melenceng, atau nyeleneh. Karena bukan tidak mengkin ada sebab-sebab
atau maksud-maksud tersembunyi di balik eksistensi suatu paham atau
pemikiran. Entah itu karena motifasi duniawi yang ingin mengejar
kekayaan harta benda, faktor ambisi kekuasaan, ingin sensasi dan
terkenal, hendak memecah belah umat, atau memang dikarenakan ketololan
sipemimpin itu sendiri? Dengan demikian, kita bisa bersikap dewasa dalam
mengahadapi paham dan pemikiran yang dianggap nyeleneh, melenceng,
sesat tersebut serta tidak mudah tertipu untuk larut tersesat di
dalamya.***
Hermawan Soediro
Tidak ada komentar:
Posting Komentar