Rabu, 15 Mei 2013

Kasta Kehidupan Sosial di Negeri Pancasila

Indonesia adalah negara dengan ideologi Pancasila. Nilai-nilai Pancasila jika ditelaah, sejatinya mengandung humanism, egalitarianism serta berkeadilan sosial. Keadilan sosial termaktub dalam nilai sila ke lima. Yang menjadi pertanyaan ialah, sudah relevankah keadilan sosial itu di negara ini?
PANCASILA adalah dasar Negara Indonesia sekaligus cita-cita luhur bangsa serta karakteristik bangsa Indonesia. Pancasila merupakan kepribadian bangsa Indonesia yang sebenarnya telah tumbuh dan tertanam dalam bumi nusantara, jauh sebelum Indonesia merdeka jadi bukan hal yang mudah dan tergantikan untuk mengubah atau menggeser kedudukan Pancasila di Indonesia.

Pancasila oleh the founding fathers merumuskan dan meletakkannya sebagai dasar Negara, merupakan hal yang sangat tepat dan ampuh untuk meredam segala pluralitas  negara ini. Hanya saja, tergantung bagaimana kita sebagai generasi penerus yang ada sekarang baik berdasi birokrat dan bukan birokrat untuk mengayomi dan melaksanakannya.

Indonesai kini telah berusia 68 tahun dan 18 tahun reformasi. Masalah yang dihadapi bangsa ini sejatinya ialah semakin jauhnya realita kehidupan bangsa ini dari idealnya oleh pancasila. Pemuliaan pancasila hanya dalam bentuk retorika dan kata-kata saja namun dalam perilaku dan tindak tanduk sama sekalijauh dan menyimpang dari pancasila.

Dari sekian masalah yang membludak dan subur di negara ini, kesenjangan kehidupan sosial dalam masyarakat yang mulai tumbuh dalam dinamika kehidupan sosial. Dalam kehidupan rakyat Indonesia telah terbentuk sebuah kasta bayangan yang memisahkan secara tidak langsung masyarakat dalam berbagai  tingkatan kemiskinan dan kekayaan.

Dalam kekinian telah tercipta kasta super kaya, kaya, miskin dan super miskin dalam kuantitas dan volume yang luar biasa. Porsi yang menempati kasta ini sangat memprihatinkan, dimana kasta super kaya dan kaya umumnya didominasi oleh konglomerat dan kaum berjuis. Sedangkan kasta yang miskin dan super miskin dihuni oleh masyarakat biasa dan dalam jumlah lebih dari jumlah seluruh rakyat Indonesia.

Bahkan pemerintah juga hadir sebagai donator kasta ini. Bagaimana tidak di satu sisi pemerintah saat ini banyak menggunakan fasilitas negara mobil mewah, gaji besar dan berbagai tunjangan yang mereka dapatkan  bahkan di tengah–tengah kehidupan rakyat yang serba kekurangan mereka asyik dan candu untuk menuntut dan meminta kenaikan gaji. Bahkan presiden kita sering mengeluh karena sudah lama tidak naik gaji. Beginikah negara keadilan sosial? Di mana rasa keadilan itu?

Disparitas atau kastanisasi ini terbentuk secara sendirinya seiring dengan jauhnya negara ini dari nilai-nilai pancasila. Ironisnya ialah kasta-kasta yang terbentuk ini akibat kesenjangan–kesenjangan ini dianggap begitu trivial oleh pemangku negara ini dan menganggap bukan bagian dari masalah yang harus diselesaikan. Padahal jika kita mau jujur terhadap diri sendiri dan pancasila, hal demikian merupakan sangat bertentangan dengan sila kelima yang telah kita amini sebagai patron negara ini.

Pancasila dalam sila mengatakan bahwa keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Keadilam hendaknya tidak ditafsirkan dalam arti sempit yaitu hanya dalam hukum saja namun perlu diinterpretasikan secara luas yaitu keadilan yang menekankan persamaan, pemerataan yang mencakup seluruh sendi dan urat nadi kehidupan rakyat.

In adequacy pemerintah
Salah satu fungsi pemerintah pada preambule UUD 1945 ialah meyenjahterakan seluruh rakyat Indonesia dengan berdasarkan pada pancasila. Afirmasinya ialah menyejahterakan seluruh rakyat Indonesia bukan pada golongan atau sekolompok orang seperti yang telah lahir sekarang ini.
Kasta–kasta yang terbentuk sekarang berakibat pada masyarakat luas umumnya pada kasta miskin dan super miskin. Kasta ini belum sepenuhnya menerima hak dan posisi mereka di negara ini sehingga tidak salah jika hasil kekayaan alam bumi pertiwi ini tidak singgah dalam dapur mereka melainkan pada pejabat dan para berdasi.

Bukan hanya itu, dalam kesehatan di negara ini juga terbentuk jargon bahwa orang miskin dilarang sakit karena tidak ada uang untuk berobat serta dilarang memperoleh pendidikan karena biaya mahal.

Dengan realita ini sesungguhnya pemerintah tidak mampu atau cacat (inadequacy) dalam menjalankan fungsi dan kedudukan di negara ini. Sejatinya pemerintah sebagaimana dalam preambule UUD 1945 menyejahterakan kehidupan rakyat, bukan menyejangkan kehidupan rakyat. Jika kasta ini terkesan dianggap trivial oleh pemerintah  dan membiarkanya sehingga embedded di negara ini, lama–lama kelamaan akan menciptakan disintegrasi dalam satu kesatuan Negara Indonesia.

Pemerintah dalam hal ini presiden seyogyanya mengamini dan melakukan apa yang pancasila tangguhkan dalam tanggung jawab Negara. Sebab sebagaimana diungkapkan oleh Mahfud MD (mantan  Ketua MK), sesungguhnya segala permasalahan Indonesia ada jawabnya dalam pancasila.

Negara ini butuh pemimpin yang pancasilais dalam kerangka berpikir dan berbuat bukan pemimpin yang hanya pandai tersenyum tapi tidak menciptakan senyum itu dalam diri masyarakat. Pemimpin sejatinya solusi dari masalah bukan bagian dari masalah yang harus diselesaikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar