Rabu, 15 Mei 2013

Menjemput Kematian dengan Husnul Khatimah 


Jika kita berbicara tentang husnul khatimah, berarti kita sedang berbicara tentang kehidupan. Dan salah satu syarat kita dapat mencapai husnul khatimah adalah dengan memahami apa sesungguhnya hakikat kehidupan ini.
kematian Menjemput Kematian dengan Husnul Khatimah (I)
Dalam memahami kehidupan, manusia terbagi menjadi dua golongan. Golongan yang pertama adalah orang yang memahami bahwa hidup ini sesungguhnya adalah rihlah ruhaniah menuju Allah Rabb semesta alam. Golongan ini memahami bahwa diujung perjalanan ini Allah telah menyiapkan seindah-indah tempat kembali. Sebagaimana seorang yang berpenghasilan 60 juta rupiah sebulan, ketika dia ditawari suatu pekerjaan dengan penghasilan 40 juta rupiah, tentu dia tidak akan tertarik. Begitu pula orang-orang yang termasuk golongan ini, mereka tidak akan mudah terpesona dengan kehidupan duniawi karena dia meyakini bahwa kenikmatan yang menantinya di surga nanti jauh lebih baik daripada apa yang dia temukan di dunia ini.
Golongan yang kedua adalah orang-orang yang memahami kehidupan ini sebagai satu-satunya kesempatan untuk bersenang-senang. Mereka memahami bahwa setelah kehidupan ini tidak ada kehidupan lain dan mereka tidak akan mempertanggung-jawabkan segala perbuatan yang telah mereka lakukan. Dan pemahaman seperti ini tercermin dari segala tindakan serta pilihan mereka dalam menjalani kehidupan sebagaimana Ralulullah bersabda:
“Seluruh umatku akan masuk jannah, kecuali yang enggan.” Maka dikatakan: “Wahai Rasulullah, siapa yang enggan?” Beliau menjawab: “Barangsiapa yang menaatiku maka dia pasti masuk jannah, sedangkan barangsiapa yang mendurhakaiku maka sungguh dia telah enggan (masuk jannah).” (Hadits Riwayat Al-Bukhari)
Kedua jenis manusia ini adalah pilihan kita. Kita bebas memilih golongan manusia yang mana yang ingin kita ikuti. Dan pilihan ini bukan diberikan kepada kita kelak saat kita sedang mengalami sakaratul maut melainkan saat ini juga. Maka hendaklah kita merenungkan firman Allah dalam kitabnya yang mulia:
Maka ke manakah kamu akan pergi? (At-Takwir: 26)
Pertanyaan ini adalah pertanyaan dari Allah kepada kita hamba-Nya dan jawaban atas pertanyaan ini adalah sebuah langkah awal dari perjalanan menjemput kematian dengan husnul khatimah. Dan tidak ada jawaban yang paling tepat bagi pertanyaan ini kecuali dengan firman Allah:
“Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.” (Al-An’aam: 162)
Jika seseorang telah sungguh-sungguh untuk selalu menghadapkan wajahnya (tawajjuh) kepada Allah, maka dia telah merancang kehidupannya dengan akhir yang baik. Dan orang-orang seperti ini tidak akan pernah memiliki rasa kecewa. Dia tidak akan memedulikan segala peristiwa yang menimpa dirinya tetapi yang dia pedulikan adalah bagaimana dia menyikapi peristiwa tersebut. Karena dia memahami bahwa kewajibannya hanyalah berusaha untuk mendapatkan yang terbaik dan segala hasil dari usahanya dia serahkan kepada Allah semata. Dia memahami bahwa hasil yang diberikan Allah hanyalah sebuah sarana untuk dapat meraih ridho-
Nya.
Lantas, bagaimana agar kita dapat selalu tawajjuh kepada-Nya? Ustadz Syatori Abdur Rauf menyebutkan dalam suatu ceramahnya bahwa salah satu cara untuk dapat selalu tawajjuh kepada Allah adalah dengan mentafakkuri datangnya maut (dzikrul maut). Begitu banyak hal-hal yang dapat kita tafakkuri dari datangnya maut ini, yaitu:
1. Merenungkan kematian yang datang secara tiba-tiba
Sebagai seorang mukmin, hendaknya kita merasa khawatir dengan kedatangan maut yang secara tiba-tiba. Bisa jadi seseorang yang masih muda dan sehat dicabut nyawanya lebih dulu dari orang-orang yang sakit-sakitan dan lebih tua darinya. Dan bisa jadi seseorang
dicabut nyawanya ketika sedang dalam keadaan lupa dan lalai. Betapa banyak orang yang meninggal dalam keadaaan sedang melakukan maksiat ataupun melakukan sesuatu yang sia- sia. Maka seyogianya dengan mentafakkuri kematian yang datangnya tiba-tiba ini membuat kita terhindar dari keadaan lupa dan lalai dari segala perintah dan larangan-Nya.
2. Merenungkan pedihnya sakaratul maut
Sebagaimana Rasulullah pernah bersabda bahwa pedihnya sakaratul maut adalah seperti kambing yang dikuliti hidup-hidup. begitu perihnya hingga Rasulullah tidak tega mengatakan “seperti manusia dikuliti hidup-hidup” dan menggunakan kambing sebagai
perumpamaan pedihnya sakaratul maut tersebut. Dalam hadits yang lain beliau menyebutkan bahwa pedihnya sakaratul maut seperti seseorang yang seluruh tubuhnya dari ujung kaki hingga ujung rambut dililit kawat berduri yang durinya menancap kedalam daging. Kemudian kawat tersebut di tarik ujungnya secara perlahan-lahan. Sungguh kepedihan yang sangat luar biasa. Oleh karena itu sudah seharusnya kita mempersiapkan diri kita dan memohon untuk dimudahkan dalam menghadapinya
3. Merenungkan gelapnya alam kubur
Seandainya malam ini Perusahaan Listrik Negara mengumumkan besok pagi listrik akan dipadamkan selama tiga hari penuh karena ada perbaikan, itu sudah cukup membuat kita panik. Waktu terbatas untuk persiapan, lilin jadi rebutan, ember dan bak airpun dipenuhi.
Lalu pernahkah kita berpikir tentang gelapnya alam kubur?
4. Merenungkan dahsyatnya prahara hari pembalasan
Kedahsyatan peristiwa-peristiwa pada hari kiamat betul-betul tiada terkira. Dari bangun dari kubur, dikumpulkan di padang mahsyar, semuanya adalah peristiwa yang sangat luar biasa. Dalam suatu riwayat disebutkan bahwa di padang mahsyar kelak matahari akan didekatkan hingga 1,6 kilometer diatas kepala. Kita bisa bayangkan matahari yang jaraknya saat ini 150 juta kilometer yang sudah mampu membuat kita kepanasan, didekatkan oleh Allah hingga 1,6 kilometer di atas kepala. Orang-orang yang tidak menyiapkan diri dengan sebaik-baiknya ketika dia hidup di dunia boleh jadi dia akan merasakan dahsyatnya langit padang mahsyar. Belum lagi setelah urusan di padang mahsyar ini selesai, kita semua akan di giring ke pinggir sebuah jurang. Dalamnya jurang ini menurut sabda Rasulullah adalah seperti kita menjatuhkan sebuah batu, dan batu ini baru sampai ke dasarnya setelah 70 tahun perjalanan. Dan isi dari jurang ini adalah api yang bergemuruh yang panasnya sudah bisa dirasakan dalam jarak 500 tahun perjalanan. Dalam hadits yang panjang tentang mimpi dan syafa’at, Rasulullah bersabda,
Dan diletakkan As-Shiroth (jembatan) di atas neraka jahannam, maka aku dan umatku lah yang akan menyebranginya. Tidak ada orang yang berani bekata kecuali para nabi. Dan doa para nabi adalah Alahumma sallim-sallim (ya Allah, selamatkan, selamatkan), (HR. Bukhori dan Kutubus Sittah)
Demikianlah sedikit uraian penulis tentang langkah awal yang harus kita ambil untuk dapat menggapai husnul khatimah. Insya Allaah pada artikel berikutnya, penulis akan memaparkan amalan-amalan yang menakjubkan yang dapat menjadi bekal kita untuk menggapai husnul khatimah tersebut.
Wallaahu a’lam bis shawwab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar