Rabu, 08 Mei 2013

Yahudi, Kristen, Islam: Tiga Agama Samawi Berbagi Sejarah dan Teologi


Tiga agama Yahudi, Nasrani dan Islam banyak memiliki kesamaan. Yahudi sebagai pionir hadirnya agama yang dimulai oleh ajaran Abraham - atau Ibrahim dalam bahasa Arab. Ajaran yang diyakini berasal dari Ibrahim diyakini sebagai pilar agama Yahudi. Yahudi menjadikan Musa sebagai tonggak dalam menjalankan iman. Lalu Isa dijadikan oleh Nasrani sebagai panutan bagi pengikut Nasrani. Lalu belakangan Islam datang dengan Muhammad sebagai rasul untuk melengkapi dan menyempurnakan keyakinan dan kepercayaan masa lalu. Sumbernya sama: Abraham sebagai Bapak Monoteisme.
Kedatangan Islam sebagai kepercayaan baru tidak serta merta membuat kepercayaan lama hilang begitu saja. Penganut Yahudi dan Nasrani yang lebih dulu hadir tidak serta merta musnah dengan kedatangan Islam. Hal sama terjadi ketika penganut Yahudi tidak serta merta berpindah menjadi penganut Nasrani begitu kabar tentang Yesus atau Isa datang.
Nabi Muhammad adalah satu-satunya orang yang mampu melahirkan konsep keagamaan, kenegaraan dan langsung mempraktekkannya. Negara Madinah adalah contoh kekuasaan politik Islam yang sangat tangguh dan adil dan beradab. Dalam masa hidup Muhammad belum ada seorang pencuri pun yang dipotong tangannya. Kekuasaan politik Muhammad menjadi demikian kuat yang pada akhirnya mengambil sikap berseberangan dengan Yahudi dan Nasrani dalam hal kiblat. Allah menyuruh arah kiblat beralih dari Yerusalem ke Makkah.
Cerita tentang politik dan kekuasaan yang berseberangan dengan agama terjadi pada saat kedatangan Yesus. Tanah Israel pada saat itu dikuasai oleh Imperium Romawi. Karena takut kekuasaan tergerus oleh pengaruh kuat Yesus di dalam masyarakat - maka kedatangan Yesus pun secara politik dimusuhi. Bahkan orang Yahudi sendiri menolak orang Yahudi paling besar dalam sejarah orang Yahudi - Yesus, sebagai pemimpinnya. Mereka tetap menjadikan Musa sebagai Pembebas dan inspirasi ke-Yahudi-an dan kepercayaan kepada Tuhan.
Langkah-langkah politik - pada akhirnya Islam dimanfaatkan sebagai kekuatan politik - diambil alih oleh Muawiyah sepeninggal Khalifah Ali. Itulah awal ekspansi besar-besaran Islam ke Barat dan Timur yang lebih jauh. Pada zaman Rasullullah sebagai penguasa, kepala Negara, sifat ekspansinya sungguh elok. Kekuatan Islam digunakan untuk menguasai dan syi’ar Islam dengan tidak melakukan pengrurasakan. Cerita tentang penaklukan Mesir dan beberapa wilayah di Jazirah Arabia pada zaman Rasullullah sungguh menginspirasi.
Kekuatan Islam yang pada saat itu telah besar, tidak digunakan sebagai kekuatan yang menakutkan. Diplomasi dilakukan untuk syi’ar Islam, dengan misalnya mengirimkan surat kepada penguasa-penguasa, raja-raja di sekitar Jazirah Arabia dan Timur Tengah.
Dalam syi’ar Islam itu, Muhammad tidak menafikan eksistensi agama dan umat lain. Tidak ada pembasmian dan pembantaian. Ingat bagaimana Islam yang telah kuat ketika menaklukkan Makkah tidak melakukan bumi hangus. Tawanan perang pun diperlakukan manusiawi. Juga hegemoni dan sejarah tidak membuat Muhammad menjadikan Makkah sebagai pusat kekuasaannya. Sebagai simbol kemenangan dan balas dendam karena Muhammad pernah diusir dari Makkah. Muhammad memilih tidak mempermalukan penduduk Makkah dan secara simpatik tetap menjadikan Yathrib atau Madinah sebagai pusat kekuasaan politik-religius Muhammad. Hal ini juga menunjukkan sifat Muhammad yang menghargai dan tidak hendak melukai sumbangan dan kontribusi penduduk Madinah atau Yathrib yang telah menerima dan membantu Muhammad pada saat awal lahirnya Islam.
Kepribadian Muhammad yang brilian ini juga dipraktekkan dalam Negara Madinah. Yahudi dan Nasrani tetap dibiarkan hidup. Gereja dan Sinagog sebagai tempat ibadah bagi Nasrani dan Yahudi diyakini ada di Madinah. Para penganut Yahudi dan Nasrani bergaul dan berdagang dengan para penganut Islam. Namun sepeninggal Muhammad semuanya tercerai berai. Ajaran koeksistensi tetap dipegang oleh sebagian penganut Islam.
Ayat-ayat yang mengacu pada koeksistensi tentang misalnya diperbolehkan seorang pria Muslim menikahi ahlul kitab. Timbul intepretasi bahwa yang disebut ahlul kitab hanya penganut ajaran Kristen mula-mula. Sebagian lagi beranggapan yang dimaksud ahlul kitab adalah penganut Nasrani, dengan alasan Al Qur’an berlaku permanen; tidak ada nasih dan mansuh dalam Al Qur’an. Terlepas dari penafsiran ini, Rasullullah SAW mengantisipasi pergesekan ini dengan mengatur keluarnya ayat untuk kemungkinan kehidupan bermasyarakat. Intinya Muhammad mengajarkan koeksistensi dan toleransi yang kuat pada pemeluk agama lain.
Demikian pula ayat-ayat yang menyampaikan tentang Yahudi dan Nasrani sebagai musuh yang nyata tidak dipahami seragam sebagai petunjuk membasmi mereka. Buktinya? Kenapa Muhammad membiarkan Yahudi, Majusi dan Nasrani hidup di Madinah, di jantung kekuasaan Muhammad.
Bahkan Muhammad pun mengajarkan untuk menghargai kitab-kitab Zabur (Taurat) dan Alkitab (Injil) sebagai kitab-kitab yang harus dipercayai, juga nabi-nabi Yahudi dan Isa pun wajib diyakini sebagai nabiyullah dalam kepercayaan Islam. Sungguh luar biasa Muhammad menempatkan Yahudi dan Nasrani dalam koeksistensi dengan Islam yang pada saat itu sangat kuat.
Ada persamaan nama Tuhan Yang Maha Esa antara Nasrani dan Islam di mana Nasrani yang datang terlebih dahulu sebelum Islam, menyebut Tuhan sebagai Allah. Bahkan orang-orang sebelum Islam pun di Arabia menyebut Tuhan: Allah. Yahudi tidak mempunyai nama pemanggilan yang baku. Yahwe, YHWE, Yahova dan sebagainya. Yahudi memandang Tuhan sebagai diskursus yang bebas dan tidak dibatasi.
Pembatas diskusrus tentang Tuhan bagi penganut Yahudi adalah: Tuhan tidak bisa digambarkan dalam bentuk apapun dan setiap orang Yahudi bisa mengintepretasikan tentang Tuhan sesuai dengan kemampuannya mencerna Tuhan yang diyakini oleh orang Yahudi sebagai entitas yang tak terjangkau oleh akal pikiran manusia. Nah, pemahaman yang sangat luas dan dalam ini sangat mirip dengan kalangan penganut tasawuf dalam Islam - yang banyak mengidentifikasi Allah hanya melalui sifat-sifat Allah yang 99 itu.
So, mari kita lihat kesamaan dan sejarah indah bagaimana ketiga agama besar ini bahkan berbagi Jerusalem sebagai Kota suci. Kota suci bagi ketiga agama besar dunia. Yahudi - penganut Yahudi yang kurang dari 15 juta jiwa - memengaruhi perekonomian dunia, yang perlahan digeser China. Nasrani sebagai salah satu agama terbesar di Dunia jelas berpengaruh. Islam adalah agama paling cepat berkembangnya di dunia.
Nah, rupanya sejak awal Muhammad SAW telah meletakkan dasar toleransi dan koeksistensi dalam kehidupan sosial dan keagamaan dengan Yahudi dan Nasrani. Nyatanya dalam sejarahnya Yahudi, Kristen dan Islam harus berbagi dan bukan saling memusnahkan. Yerusalem adalah simbol abadi eksistensi Yahudi, Kristen dan Islam. Tidak ada perintah dari Islam, Yahudi dan Nasrani untuk saling menghancurkan pemeluk dan agama lain. Islam sebagai kekuatan terakhir penentu juga memberi pesan: Agamaku agamaku, agamamu agamamu! Lakum dinukum waliyaddien! Damailah di jiwa, damai di hati dan damai di Bumi. Semoga!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar