Selasa, 28 Mei 2013

MENYIKAPI PAHAM PLURALISME AGAMA

Semua agama sama.
Semua menuju jalan kebenaran.
Jadi, Islam bukan yang paling benar.
Bagaimana komentar Anda apabila disodorkan sebuah kalimat seperti itu? Apakah Anda mengiyakannya? Membantahnya? Ataukah Anda hanya diam saja?
Kalimat di atas adalah paham orang-orang yang mengusung paham Liberal, menyebarkan paham pluralisme agama. Mereka itu tidak lain adalah orang-orang yang mengaduk-adukan Akidah Islam. Yang mereka pakai justru paham-paham di luar Islam lalu dicampur aduk dengan paham tasauf sesat yang merusak Islam. Ada keracunan paham dipertemukan dengan keracunan paham yang lainnya, sehingga terbentuklah keracunan yang baru, yaitu pluralisme agama model JIL.
Para pengusung paham Liberal membuat reka-rekaan, bahwa kedatangan Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam selaku utusan Allah Ta’ala tidak untuk menghapus agama-agama sebelumya, namun hanya menyempurnakan. Ujung-ujungnya hanyalah menjadi miqollid (pembebek) paham rusak Ibnu Arabi, yaitu Wihdatul Adyan, karena datangnya dari Allah, itulah paham liberal yang pengusung paham pluralisme agama yang menyamakan semua agama.
Dengan demikian inilah “Akidah yang berbeda, yang mengusung akidah rusak berupa paham pluralisme agama, menyamakan Islam dengan agama-agama lain.” Dan anehnya, orang-orang berpaham pluralisme agama itu masih mengaku dirinya Islam, walau diembel-embel menjadi liberal. Padahal pahamnya itu sendiri mengandung penafian Islam, memadamkan Islam dan sekaligus menghancurkan Islam secara perlahan-lahan. Maka antek-antek Yahudi dan Nasrani yang mengaku Muslim tidak rela apabila Islam masih utuh seperti apa adanya. Mereka berupaya keras demi mengikuti kemauan bossnya, maka dipreteli dan dikelupaslah Islam ini, sehingga lepas satu-persatu, tidak tersisa lagi. Hingga Islam tinggal namanya, Alquran tinggal gambar da hurufnya.
Terkadang, banyak manusia terlena tapi tidak menyadari bahwa dirinya terlena, atau ia bodoh tapi tidak menyadari bahwa dirinya bodoh, atau bahkan ia tersesat dan menyesatkan tapi tidak menyadari bahwa dirinya tersesat dan menyesatkan, karena barangkali memang demikian Allah telah mengunci mati penglihatan, pendengaran, dan hatinya.
Mereka mengerti dan memahami tentang suatu kebenaran, tapi ia tidak mau mengikutinya. Meraka mengerti dan memahami tentang suatu larangan, tapi meraka juga tidak mau menghidarkannya. Padahal sesungguhnya ia bisa dan mampu untuk itu. Meraka cenderung menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhan dan ilmunya sebagai hiyasan dan kebanggaan untuk mancari pujiaan dan popularitas dalam kehidupan dunia belaka. Maka yang demikian inilah, pertanda sebuah petaka yang sangat berbahaya bagi umat manusia telah mengancam.
Memang, tidak ada siapa pun yang berhak melarang seseorang untuk berbicara atau berpikir, asalkan perkataan atau pikiran itu adalah bagian dari hak asasi atau paling tidak, itu adalah merupakan potensi yang harus dihargai. Namun jika sebaliknya; perkataan dan pikiran itu membahayakan orang lain, cenderung menyelewengkan dan melecehkan ayat-ayat Alquran dan Sunnah-sunnah Rasulullah, menghujat para ulama, memutar balikan fakta dan dalil, maka ini bukan lagi hak asasi atau potensi yang harus dihormati, tetapi adalah sebuah kezhaliman dan penghinaan yang harus dicegah dan dimusnahkan. Apalagi kalau hal itu dipasarkan dan diobralkan laksana dagangan murahan yang tidak diharapkan darinya, kecuali hanya keuntungan materi yang tidak menyenangkan.
Maka diperlukan sikap kritis dan objektif dalam memandang suatu pemikiran atau paham tertentu, terutama yang sudah sering disoroti sebagai sesat, melenceng, atau nyeleneh. Karena bukan tidak mengkin ada sebab-sebab atau maksud-maksud tersembunyi di balik eksistensi suatu paham atau pemikiran. Entah itu karena motifasi duniawi yang ingin mengejar kekayaan harta benda, faktor ambisi kekuasaan, ingin sensasi dan terkenal, hendak memecah belah umat, atau memang dikarenakan ketololan sipemimpin itu sendiri? Dengan demikian, kita bisa bersikap dewasa dalam mengahadapi paham dan pemikiran yang dianggap nyeleneh, melenceng, sesat tersebut serta tidak mudah tertipu untuk larut tersesat di dalamya.***

Hermawan Soediro

Tidak ada komentar:

Posting Komentar